THE PAST, PART I (UNKNOWN'S POV)

82.7K 3.1K 110
                                    

Aku menatap gadis kecil itu membaca bukunya dari sudut tempatku yang gelap. Gadis itu tidak lebih berumur dari sembilan tahun, tapi kecantikan dan kepolosannya mampu membuat siapa pun berhenti dan menatapnya sekali lagi. Rambut hitam panjangnya tidak lebih dari sebahu, mata biru tuanya yang berbinar penuh dengan kecerdasan, kulitnya yang putih pucat seperti porselin, dan senyumannya yang lembut selalu membuat kedua lesung pipinya terlihat.

Aku bisa melihatnya selama berjam–jam setiap hari tanpa merasa bosan sama sekali. Tidak ada yang bisa membuatku beranjak dari hobiku mengikutinya, kecuali jika ayah pemabukku tidak membuat ulah. Aku mengikutinya kemana pun dia pergi tanpa dia ketahui, tentunya.

Semua ini hanya karena satu kejadiaan yang mungkin terdengar konyol, tapi tidak bagiku. Padahal kejadian itu sudah berlangsung sebulan yang lalu, tapi aku masih mengingatnya seperti baru saja terjadi kemarin. Satu perbincangan bisa membuat hidupku berubah selamanya.

*******

Aku sedang berusaha mengerjakan tugas sekolahku di sebuah taman. Memang terlihat aneh, tapi aku tidak bisa mengerjakannya di rumah karena ayahku sedang mabuk dan menghancurkan semua barang yang masih ada di dalam rumah. Aku berusaha tidak membunuh pria yang telah membuat hidupku menderita itu dengan tanganku sendiri.

Aku memegang pensilku dengan erat ketika memori lain tentang pria sok yang tadi siang membully ku di sekolah – Liam Presscot. Hanya karena dia adalah seorang kapten basket, memiliki wajah tampan dan memiliki banyak uang bukan berarti dia berhak untuk mempermalukanku seperti tadi siang. Tapi aku puas melihat wajahnya yang babak belur setelah aku berhasil meninjunya berkali–kali, walau pun wajahku tidak kalah hancurnya seperti dia.

"Kau bisa meremukannya," ujar sebuah suara kecil merdu membuatku mendongak. Pandanganku berhenti kepada seorang gadis kecil yang menampilkan wajah seriusnya. Dia tidak tersenyum, melainkan menatapku dengan serius – lain dari anak kecil lainnya.

"Bukan urusanmu, anak kecil," gerutuku pelan.

"Walau pun aku masih berumur sembilan tahun tapi bukan berarti kau memiliki sifat lebih dewasa dibandingkan aku." Aku memutuskan untuk tidak menggubris perkataan anak kecil.

Aku merasakan ada seseorang yang duduk di sampingku, aku menoleh dan mendapati gadis kecil itu membuka pianika dari tempatnya. "Masih banyak di tempat lain yang bisa kau duduki. Mengapa kau memilih duduk di sini?" tanyaku dengan jengkel.

"Tempat ini tidak memiliki peraturan di mana aku harus duduk," ujarnya memutar bola matanya.

Dengan cueknya, ia mulai memainkan pianikanya dan aku memutuskan untuk mengerjakan tugas sekolahku dengan cepat sebelum malam. Aku menolak untuk pindah karena akulah yang pertama duduk di tempat ini. Tanganku berhenti bergerak ketika aku mengenali nada yang dikeluarkan oleh gadis di sampingku ini. Lagu twinkle twinkle dimainkannya dengan sangat indah. Aku mengingatnya, ibuku sering menyanyikannya padaku dulu sebelum dia pergi.

"Hentikan memainkan lagu itu!" bentakku kepadanya. Gadis kecil itu tetap memainkannya dengan cuek, seperti dia tidak mendengarkan perkataanku sama sekali. "Apa kau tidak mendengarkan perkataanku?"

Gadis kecil itu menghentikan permainannya dan menatapku dengan tenang. Jenis tatapan mata yang bukan milik anak berumur sembilan tahun. "Apa aku harus mendengar perkataanmu? Kau tidak bisa mengontrol semuanya." Lalu, ia melanjutkan permainan pianika nya tanpa mempedulikan seselilingnya.

Mulutku ternganga ketika mendengar perkataannya 'kalau aku tidak bisa mengontrol semuanya.' Aku menyerah dan akhirnya pindah ke tempat duduk lain, sebelum aku melayangkan tanganku untuk memukulnya. Walau pun, aku seorang pria bukan berarti aku merasa tidak enak untuk memukul seorang wanita. Kalau mereka membuatku jengkel, pria atau wanita aku pasti akan menghajar mereka.

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang