CHAPTER 19

137K 4.1K 228
                                    

Untuk chapter ini, gue dedikasikan buat @nates392 for the amazing cover. Thank you dear for your help.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Sebuah kotak indah berwarna hitam berpita merah tergeletak di depan apartemenku. Aku melepaskan pita dan membuka kotak hitam – sebuah boneka beruang terdapat di dalamnya. Tapi boneka tersebut telah dirusak dengan menggunakan sesuatu yang tajam. Sekali lagi, terdapat kartu di dalam kotak tersebut.

Do you love me?

I don't care about the answer.

Because I really fucking love you.

Aku mengrenyit ketika membaca tulisan di kertas ini dan seketika tubuhku menggigil – ngeri. Ini sudah ketiga kalinya ada orang asing yang mengirimkan berbagai macam barang dengan tulisan yang membuatku risi.

Bukan hanya tulisan-tulisan psikopat itu yang membuatku ngeri, tapi juga orang itu bisa tahu tempat dimana aku tinggal dan bagaimana dia bisa tahu satu bulan yang lalu aku berada di London. Hotel tempatku tinggal dan juga jadwal aku latihan di London. Aku tidak terlalu memikirkannya sebelumnya karena psikopat ini tidak pernah membahayakan hidupku, hanya saja sekarang hadiah dan kata- katanya mulai sedikit membuatku ngeri.

"What are you doing?" tanya Alexa dari belakangku membuatku terkejut.

Dia tampak sangat berantakan. Rambutnya berantakan, hidungnya memerah. Tapi, yang membuatku merasa sangat marah ketika aku melihat pipinya yang merah, juga pergelangan tangannya yang membiru. "Apa yang dia lakukan kepadamu?" tanyaku berusaha menahan emosiku. Alasanku tidak menyukai Aldi, bukan karena aku sekedar tidak menyukainya – tapi pria itu sering melukai Alexa. Bukan hanya emosi tapi juga fisik. Pria itu sakit.

"No, it's okay!" ujar Alexa menyembunyikan pegelangan tangannya. Tapi aku menariknya dan menatapnya. "Kamu nggak perlu marah lagi karena aku sudah minta putus sama dia. Sudah cukup aku bersamanya."

"Bagus!" ujarku menatapnya dengan serius. "Alexa, kamu sahabatku dan aku tidak ingin kamu terluka."

Salah satu kehebatan Alexa, dia tidak pernah menangis seberat apa pun masalah yang dihadapinya. Dia sudah seperti kakak bagiku.

Kami berdua pertama kali bertemu, ketika kami hendak mendaftar masuk kuliah. Aku mendaftar untuk S1 sedangkan Alexa mendaftar untuk kuliah S2 nya. Jika yang lainnya datang bersama orang tua, kami berdua datang seorang diri tanpa pendamping. Lalu sejak itu, kami bersahabat baik. Alexa mengambil jurusan seni rupa – melukis dan aku jurusan musik – komposer.

Alexa pada saat itu berumur dua puluh tiga tahun dan baru saja pindah dari Wina, Austria. Sedangkan, aku yang bau saja lulus sekolah menengah pada umur tujuh belas tahun – ya, aku memang murid akselerasi yang berhasil lulus di usia yang muda. Ternyata Alexa sama sepertiku yatim piatu, hidup dengan warisan kedua orang tuanya. Pada saat itu dia sedang mencari tempat tinggal. Dan, aku menawarkan berbagi apartemen dengannya, selain karena bisa menghemat biaya hidup kami tapi juga karena aku benci merasa sendrian.

"Terima kasih karena sudah menganggapku sebagai sahabat," ujarnya dengan sedih. Alexa adalah pribadi yang sangat tertutup. Walaupun, aku sudah bersahabat dengannya hampir selama dua tahun – aku sadar, jika aku tidak mengetahui sedikitpun masa lalunya atau tentang dirinya. "Dan Chris meneleponku terus – menerus."

Aku memutar mataku dengan jengkel. "Aku sudah mengatakannya dari awal kalau kami hanyalah partner. Kami memang menghabiskan waktu bersama dan berciuman tapi hubungan kami bisa berakhir sewaktu - waktu. Dari awal aku sudah mengatakannya dan dia menanggap hubungan beberapa hari kami adalah lebih. Aku meninggalkannya tapi dia tampak tidak tidak peduli dan memohon kepadaku untuk tidak memutuskannya. Memutusnya? God. Aku bahkan tidak ingat, kalau aku sempat jadian dengannya. Dan dia jatuh cinta kepadaku hanya dalam waktu kurang dari lima hari? Seriously?"

Beauty of Possession (REPOST, FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang