16

13.8K 902 16
                                    

"Gue tinggal ya, No. Kalau ada apa-apa telpon gue aja. Gue pulangnya besok siang. Oh ya, Nina jangan boleh keluar kamar dulu. Dia kan lagi sakit, jangan lupa suruh makan malem, habis itu minum obat."

Nino memutar bola matanya, ia jengah dengan sikap kakaknya yang selalu mementingkan Nina ketimbang dirinya.

"Nino!! Denger nggak?!?" Sentak Reyhan.

Nino mendecak, "ish, iyaa. Dasar bawel!"

Reyhan bingung dengan sikap Nino yang tidak pernah peduli dengan Nina sedikitpun karena kepergian Ayah dulu.

Seharusnya rasa kecewa Nino tidak berkepanjangan sampai sekarang. Mereka kan kembar!! Mana ada anak kembar yang nggak akur??

Sedangkan Nino bingung dengan sikap Reyhan yang terlalu over-protective dengan Nina.

Mengapa Nina selama ini belum pernah berpacaran sekalipun? Ya karena Reyhan.

Cowok yang mendekati Nina jadi takut karena adanya Reyhan. Reyhan tidak akan membiarkan satupun cowok yang melukai perasaaan Nina.

Nino yang terlalu cuek dan Reyhan yang terlalu protektif. Mereka lahir dari  rahim yang sama, tapi sifat mereka berlawanan. Itulah yang membuat Nina bingung selama ini.

Setelah Reyhan berangkat, Nino kembali fokus pada Subway Surfs miliknya. Katakan Nino ketinggalam jaman, tapi ia benar-benar menyukai game ini sejak ia SMP.

Dan jika ia sudah bermain, semua yang ada di dunia ini ia abaikan. Maksudnya kecuali Shalat. Makan saja ia jadi telat karena keasyikan main. Stefanny saja jadi ia abaikan karena game. Dan Stefanny sudah cukup terbiasa dengan itu.

Nino dikagetkan dengan kedatangan Nina yang tiba-tiba duduk di samping Nino. Membuat sofa menjadi bergerak, sehingga permainan Nino yang akan mencapai highscore nenjadi berakhir.

Nino mendecak, "ck, gara-gara lo gue jadi kalah gini."

Nina malah tidak menggubris perkataan Nino, "lo kalo pake listrik yang hemat dong. TV dinyalain, tapi nggak dilihat, mubazir," Nina mengambil remote lalu mengganti channel.

Mata Nino menyipit, "Lo ngapain disini?? Balik ke kamar!!"

Nina mencebik perkataan Nino, "ya suka-suka gue dong. Gue bosen di kamar terus," kata Nina sambil meminum susu yang tadi diambilnya.

Nino jadi ingin berkata kasar. Kata Reyhan, ia harus menjaga Nina. Tapi kalau yang dijaga kayak gini, Nino ogah.

Sebuah pesan masuk ke handphone milik Nino.

Stefanny Yolanda : yang, vidcall yuk? Ud ah makan belum?

Sebuah senyuman terpatri di wajah Nino. Kadang inilah yang ia suka dari pacaran. Ia jadi ada yang memperhatikan selain Bunda.

Jari Nino menari pada layar handphone miliknya.

Nino Fnando : boleh, bentar ya. Btw, aku udah makan kok.

Baru saja Nino ingin beranjak ke kamarnya dan meninggalkan Nina.

Ia dikagetkan dengan kilat dan suara guntur yang datang secara tiba-tiba.

Disaat seperti itu listrik tiba-tiba padam. Dan disaat itu juga Nino berlari kembali ke sofa.

Dan tanpa ia sadari, ia memeluk kembarannya. Takut. Itulah yang ia rasakan sekarang.

"Na, gue... takut," lirih Nino.

Nina sudah mengerti dengan ketakutan Nino pada kegelapan, "ya, gue tau No."

Nina menyalakan senter yang kebetulan berada di laci dekat TV, lalu beranjak dari sofa.

Tujuan Nina sekarang adalah mencari lilin di dapur. Pasalnya dia tidak tahu dimana tempat menyalakan genset.

"Na, jangan tinggalin gue. Nyari apa sih?" Ucap Nino dengan manja lalu mengikuti Nina.

Nina terkekeh dengan sikap Nino yang lucu, "Nyari lilin."

"Emang nggak tahu tempat genset?"

"Emang lo tau?"

"Yang tau kan cuma Bunda sama Reyhan."

Kini Nina menahan tawanya mendengar suara ketakutan Nino, "nah itu tau."

Akhirnya Nina menemukan lilin dan menyalakannya.

Nina kini bisa melihat raut wajah Nino yang sedang ketakutan. Sangat lucu. Mata yang berkaca-kaca. Bibir yang dimanyukan. Dan jangan lupa hidung yang kembang-kempis.

Ia jadi ingin memotret ekspresi Nino sekarang. Setelah itu dicetak, lalu dijual ke fans Nino. Pasti bakal laku keras dan Nina jadi punya uang banyak.

Nino makin cemberut melihat Nina yang ketawa-ketiwi sendiri, "lo ngapain ketawa? Lo ngetawain gue ya?"

"Garang amat mas," Nina menyenggol Nino yang masih bergelayutan di lengan Nina. "Ups, biasanya juga galak sih."

Nino menjitak dahi Nina, membuat Nina meringis kesakitan, "dasar lo."

Nina mengusap dahinya, "sakit bego!"

Suara guntur makin menggelegar disertai suara rintikan hujan, membuat Nino makin mendekat ke Nina. Karena suasana makin mencekam-- menurut Nino.

"Nino gue capek, gue ngantuk, gue pengen tidur, gue pengen ke sekolah besok," Nina berusaha melepaskan dirinya dari Nino. Tapi sia-sia.

"Gue tidur sama lo," ucap Nino.

Nina mendengus nafas, "yailah, tidur di kamar sendiri lah."

"Gue takut. Kayaknya lampu matinya bakalan lama. Pokoknya gue mau tidur sama lo."

Nina dengan terpaksa menuruti kembarannya ini. Hal ini mengingatkannya saat mereka masih umur 12 tahun. Mereka jadi tidur bersama karena lampu mati saja.

Nina dan Nino pun segera naik ke lantai dua dengan senter tentunya.

Nina menyiapkan extra bed untuk Nino. Ia tidak mau tubuhnya ditendang Nino saat tidur.

Andai saja setiap hari listrik padam, pasti Nina bisa sedekat ini dengan kembarannya setiap hari.

Nino memang mempunyai fobia dengan kegelapan sejak kecil. Jadi Nino akan memeluk dan mendekati siapa pun yang berada di dekatnya jika berada di kegelapan.

Dan kini rasa takutnya mengalahkan rasa benci dan rasa kecewanya pada Nina.

Dan Nina harus menerima kenyataan. Esok hari, Nino tidak akan bersikap manja dan sedekat ini dengan Nina.

###

Edisi lagi pengen Nina dan Nino moment. Kan jarang yaa.

Buat kalian yang merasa, 'manasih konfliknya? Kok nggak muncul-muncul?'

Tenang aja, konfliknya bakal muncul di part-part selanjutnya. Jadi staytune aja.

Hope you like this chapter :)
Dont forget to vomments ;)

Kembaran✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang