Suara sendok yang berdenting memenuhi ruang makan. Di ruang makan tersebut ada Nina, Nino, dan Reyhan yang sedang sarapan.
"Gue nanti mau berangkat duluan, mau jemput pacar gue," Nino membuka percakapan.
"Si Steff itu?" tanya Reyhan.
Nino mengangguk.
"Daripada lo barengin si cewek centil itu, mending lo barengin si Nina tuh," ujar Reyhan.
"Nggak usah, gue bareng Kak Reyhan aja. Si Nino mah suka ugal-ugalan naik motor. Nina kan jadi takut," Nina tersenyum tipis. "Enak sama Kak Reyhan, pake mobil gitu."
Nino memutar bola matanya, "terserah lo deh, Na," ia melihat jam tangannya sebentar, waktu telah menunjukkan pukul 06:15. "Gue berangkat dulu."
Nina dan Reyhan hanya bengong melihat kelakuan Nino. Entahlah, gelagatnya sedikit aneh. Biasanya ia tidak pernah menjemput Stefanny.
Nina dan Reyhan kembali makan dalam diam. Hingga Reyhan berkata sesuatu kepada Nina.
"Udah baikan sama Nino?"
"Udah," jawab Nina.
Reyhan sangat lega saat ini. Akhirnya adik kembarnya itu sudah berbaikan setelah sekian lama saling bermusuhan.
"Gue anterin lo, sekarang udah jam setengah 7," Reyhan beranjak dari duduknya dan berjalan ke garasi.
Nina juga beranjak dari duduknya, lalu ia membereskan piring, setelah menaruh di wastafel, ia pun segera menyusul kakaknya.
###
"Jadi lo udah baikan?" bisik Rena kepada Nina yang sedang mencatat tulisan di papan.
"Udah."
"Demi apa??" Mata Rena berbinar mendengar itu.
Nina menghembuskan napasnya, "jangan bilang lo minta gue comblangin lo sama Nino."
Rena menyengir, "lo itu emang sahabat gue yang paling baik deh, tau aja."
"Hih, dasar lo yaa, biasanya kalo gue nyontek matematika, pelitnya minta ampun," gerutu Nina.
"Gue kasih lo contekan deh."
"Ada maunya doang lo itu," Nina mencubit pipi Rena yang gembul.
"Sakit, Nin!!" ringisnya.
"Yang belakang itu ngapain??" suara bariton milik Pak Trisno menggelegar di seluruh ruangan kelas. Dan tentu saja, semua teman sekelas Nina melihat mereka berdua.
"Ini pak, si Rena rame," Nina menudingkan telunjuknya ke arah Rena.
Mata Rena melebar, "anjir kok gue sih? Ya lo, Na."
"Kan lo yang mulai."
"Jangan ribut, atau kalian keluar dari kelas."
Rena dan Nina menjadi bisu mendadak setelah Pak Trisno mengucapkan itu.
Dan Nina tentu saja kesal, seharusnya habis ulangan semester pasti jamkos, tapi Pak Trisno tetap masuk kelas.
"Nina dan Rena, coba kalian kerjakan soal yang saya tulis itu ke depan."
Keringat dingin mulai menetes kala itu pada Rena dan Nina. Mereka malu. Tentu saja, mau taruh di mana muka mereka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembaran✔
Teen FictionKlise. Mungkin banyak diantara kalian yang menganggap bahwa memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Apalagi kembarannya berbeda jenis kelamin. Tapi berbeda dengan yang berbeda dialami oleh Nina Felicia dengan kembarannya Nino Fernando...