40

10.9K 651 25
                                    

P.s : ini tetep di hari yang sama kayak chapter 39. So enjoy it!!

###

"Lo ngapain sih kesini sih?! Lo pasti disuruh sama mama papa gue kan!!" ucap Eza setelah ia merasa sudah di luar jangkauan neneknya.

"Iya, emang kenapa? Nggak boleh?"

"Udah gue bilang, gue nggak mau tunangan sama lo!!" kata Eza dengan menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

Perempuan itu tersenyum miring, "tapi lo nggak bakal bisa ngelawan bokap nyokap lo, kan? Apalagi nenek lo aja udah seneng sama gue," perempuan itu merasa seperti dirinya telah menang.

Rahang Eza mengeras, "Dengerin ya, gue nggak bakal sudi dan mau tunangan sama lo. Gue itu udah punya--"

"Cewek kan?" perempuan itu memotong kalimat Eza.

Eza terdiam, ia lalu teringat dengan Nina. Ia memang beberapa hari mengabaikan Nina karena masalah perjodohan ini. Eza tidak ingin Nina sakit hati terlalu dalam.

"Lupakan cewek itu, dan lo tunangan sama gue!!" bentak perempuan itu.

Disaat Eza dan perempuan itu saling berseteru. Tiba-tiba nenek Eza memanggilnya.

"Eza..."

Eza langsung menolehkan kepalanya, "ya nek, ada apa?"

Nenek itu mendekati mereka berdua, "kamu ajak Aya jalan-jalan ya?? Pasti Aya mau, iyaa kan, nak?"

Aya mengangguk, "oh pasti mau dong, nek. Udah lama Aya nggak di Jakarta."

Eza memutar bola matanya, melihat kelakuan Aya yang seakan-akan sangat akrab dengan nenek.

"Males nek, Eza mau latihan band aja, udah telat nih."

Aya lalu memegang pergelangan tangan Eza, "kalau gitu, aku ikut latihan band aja."

Rahang Eza kembali mengeras, ia melepaskan tangan Aya dengan kasar. Itu malah lebih gawat jika Aya datang ke latihan band.

Eza lalu melirik Nenek yang menatapnya dengan tatapan penuh harap. Ia mendesah napas dengan berat.

"Oke, gue mau bawa lo keliling Jakarta."

Aya tersenyum dengan penuh kemenangan. Sedangkan Eza menyesal. Itu adalah keputusan terburuk yang pernah ia buat.

###

"Lo itu, katanya sakit, masih aja mau keluar," Nino mendengus kesal saat ia dan Sherin telah sampai di sebuah cafe.

Sherin menyengir, "gue kan kepingin, gue juga lagi ulang tahun, jadi anggep aja sebagai PU gitu."

"Iyaa, terserah lo dah, Sher," Nino memutar bola matanya lalu segera keluar dari mobilnya.

Sherin dengan girang berjalan menuju tempat pemesanan. Nino hanya bisa tersenyum saja melihat tingkah Sherin yang ceria, padahal suhu tubuhnya masih cukup tinggi.

"Selamat datang di Vinta Cafe. Mau pesan apa?" sambut seorang bartender sekaligus kasir cafe tersebut.

Sherin mendongakkan kepalanya untuk melihat daftar menu.

Kembaran✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang