24

13.7K 775 10
                                    

"No, ayo turun, kan udah sampe," Stefanny pun menarik tangan Nino yang sedari tadi malas turun dari motor.

"Duh, aku tunggu sini aja ya," pinta Nino sambil menunjuk luar kafe yang dikhususkan untuk pengguna rokok alias di luar.

Stefanny memutar bola matanya, "ayoo dong, No. Di dalem aja. Aku lagi pengen makan pancake, nggak enak makan diluar," rengeknya.

Nino menghela napas berat, ia harus mengalah, "oke, ayo kita ke dalem."

Stefanny tersenyum senang karena bisa meluluhkan hati Nino. Ia pun menarik tangan Nino.

Sedangkan Nino? Ia sebenarnya malas datang ke Rain Cafe, kafe yang selalu jadi tongkrongan murid di SMA Cakrawala.

Selain ia malas bertemu dengan teman-temannya. Ia juga malas bertemu kembarannya yang selalu suka nongkrong di kafe tersebut.

Mereka berdua berjalan ke kasir untuk memesan. Nino mengedarkan pandangannya di kafe ini.

Sebenarnya kafe ini sangat nyaman sekali untuk tempat tongkrongan. Desain ruang kafe ini sangat pas untuk para remaja. Bau kayu manis menyeruak di dalam ruangan.

Selain itu harga menu di kafe ini tidak terlalu mahal. Dan juga terdapat free wifi.

Pandangannya tertuju pada dua orang yang merupakan murid SMA Cakrawala. Satu cewek dan satu cowok.

Nino sangat mengenal keduanya. Mereka berdua duduk di pojokan kafe. Mereka bercanda ria tanpa tahu bahwa mereka sedang dilihati Nino. Dan Nino juga cukup terpaku.

Karena dua orang itu adalah Nina Felicia dan Eza Gofano.

Stefanny melirik ke arah Nino. Ia melihat Nino sedang memandang sesuatu. Stefanny pun mengikuti arah pandangan Nino.

Ia melihat dua orang yang sangat ia kenal. Cewek yang ia benci bersama cowok yang populer di sekolah. Mungkin hal itu akan menarik bagi Stefanny.
"Nino kamu pesen apa, sayang?" Tanya Stefanny membuyarkan lamunan Nino.

Nino mengalihkan pandangannya ke Stefanny, "teh hijau gulanya satu sendok aja."

"Semuanya jadi 30.000," ucap kasir tersebut.

Nino pun mengeluarkan selembar uang 50.000 dari sakunya.

Setelah mengambil kembalian, Nino dan Stefanny mencari tempat duduk.

Tangan Stefanny menarik Nino. Dan Nino sangat mengerti kemana Stefanny akan membawanya.

Yaitu ke meja kosong di samping meja Eza dan Nina.

"Wow, kebetulan ya ketemu disini," ujar Stefanny kepada kedua orang itu.

Dan Stefanny pun mulai lagi.

"Stef, kalau lo dateng kesini cuma buat ngerusuh. Mending pergi aja," desis Eza.

Stefanny menyeringi, "Wow, kok lo jadi nyolot gitu? Gue kan juga pelanggan, jadi gue berhak milih tempat duduk manapun."

Nino kini melihat kembarannya yang sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tidak berani menatap Stefanny, apalagi Nino.

Nino sangat tahu bahwa kembarannya itu tidak mudah untuk melupakan suatu hal. Apalagi peristiwa dengan Stefanny beberapa hari yang lalu.

Nino menyenggol lengan Stefanny dengan kesal, "Stef, udah. Kamu nggak kasihan sama Nina?"

Nina yang tadinya menunduk, kini menegakkan kepalanya mendengar kalimat yang keluar dari mulut kembarannya.

Nino peduli dengan Nina? Mimpi atau nyata? Nina mencubit lengannya sendiri, lalu ia meringis. Ini nyata.

"Na, kita sebaiknya pulang aja," ajak Eza yang mulai tidak nyaman dengan kehadiran Stefanny.

Kembaran✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang