35(2)

12.9K 674 16
                                    

"Bagus, ya?" suara bariton yang sangat dikenalnya mengagetkan Sherin. Pemilik suara itu duduk di samping Sherin.

"Iyaa."

"Lo tau siapa yang ngerencanain semua ini?"

Lantas Sherin menoleh ke arah Nino, "kalian bertiga, kan?"

"Itu sih, udah pasti. Maksud gue, lo tau nggak yang ngedesain taman ini jadi bagus?"

"Pasti kakak lo kan? Dia kan kuliah arsitektur, udah pasti di sekreatif ini," jawab Sherin dengan mantap.

Nino terkekeh, lalu ia menggeleng, "gue yang bikin, bukan Reyhan."

Pipi Sherin sontak memerah, ia telah menjawab dengan jawaban yang salah. Lalu Sherin menundukkan kepalanya.

"Nggak usah merasa bersalah gitu, deh."

Sherin hanya terdiam, lalu ia melirik Nino dengan diam-diam. Memerhatikan rahang Nino yang seperti diukir oleh Yang Maha Kuasa, sangat indah.

Tapi mata tajam Nino berhasil menangkap basah Sherin yang sedang memperhatikannya. Tak lama, Sherin tersadar bahwa ia tertangkap basah.

"Nino, Sherin, Bunda udah dat..." Nina memutuskan perkataannya saat melihat suasana yang dibuat oleh Sherin dan Nino.

"Upsy, sebaiknya gue nggak ganggu kaliam berdua tadi," Nina segera berlari ke ruang tamu dan meninggalkan mereka berdua.

Nino memutar bola matanya, "dasar lo, Na!!"  lalu ia beranjak dari duduknya untuk mengejar Nina.

Sherin terdiam. Ia meletakkan telapak tangannya di dada. Perasaan yang aneh bergejolak di dadanya. Lalu ia pun beranjak dari duduknya.

Ia melihat seorang wanita paruh baya yang dengan haru memeluk ketiga anaknya satu persatu. Bahkan wanita yang merupakan Bunda dari si kembar itu meneteskan air matanya.

Wajah Bunda sudah menjelaskan semua. Bahwa dirinya merindukan ketiga analnya tersebut. Begitu juga ketiga anak tersebut.

Di belakang mereka, berdiri Sherin yang tersenyum melihat mereka yang saling melepas rindu yang melanda mereka masing-masing.

Semula pandangan Bunda mengarah ke ketiga anaknya, lalu beralih ke arah gadis yang tersenyum di belakang anak kembarnya.

"Siapa dia?" tanya Bunda sambil menunjuk Sherin.

Ketiga anaknya menoleh ke arah Sherin. Nina tersenyum, "ini Sherin, Bun. Teman Nina sama Nino."

Sherin lalu menyium punggung tangan Bunda, "halo, Tante. Saya ikut senang karena kedatangan tante dari Jepang."

"Ah, kamu, nggak usah terlalu formal, Bunda bukan presiden. Panggil aja Bunda nggak usah Tante," ujar Bunda dengan ramah.

Sherin melongo, "Kenapa?"

"Karena kamu teman anak Bunda, jadi Bunda anggap kamu anak juga," Bunda merengkuh tubuh Sherin.

"Bun--da," hatinya merasa hangat saat dipeluk oleh Bunda. Sudah lama ia tidak merasakan pelukan hangat seorang ibu.

Bunda melepaskan pelukannya, "udah. Ayo ke taman belakang."

Sherin mengangguk. Lalu ia mengikuti langkah Nino dan Reyhan. Sedangkan Bunda ke kamarnya.

Nina mennautkan alisnya melihat raut wajah Sherin yang sendu, "lo kenapa, Sher?"

Sherin sebisa mungkin untuk tersenyum, "eh, gue nggak pa-pa kok."

Tapi Nina tak sekedar percaya perkataan Sherin saja. Ia tahu ada yang disembunyikan oleh Sherin. Tapi Sherin tak bisa menyembunyikannya.

"Mau ikutan bakar-bakar?" tanya Reyhan ke Sherin sambil menyodorkan dua tusuk sate yang berisi daging dan paprika, seperti barbeque sebenarnya.

Kembaran✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang