27

13K 760 6
                                    

Gala malah semakin asyik dengan bass kesayangannya. Meskipun suara bariton Eza sudah berkali-kali menginterupsi dirinya karena menganggu konsentrasi Eza dalam belajar untuk UAS.

"Gal, gue nggak bisa konsen," protes Eza.

Gala meringis kecil, lalu meletakkan bass miliknya, "iyaa iyaa, sori Za. Lagian kalau belajar tuh di perpus bukan disini."

"Berisik lo, lagian perpus juga udah tutup jam segini." Eza lalu menutup bukunya dengan kencang. "Fix!! Lo udah bikin konsentrasi gue buyar."

Gala terkekeh geli saat melihat Eza memanyukan bibir pink-nya, sambil melipat tangannya di dada. Tipikal Eza kalau sedang ngambek.

Tiba-tiba Gala kepikiran lagi tentang rahasia di antara Nina dan Nino. Sungguh cowok penyuka musik punk-rock  itu, belum bisa membongkar misteri itu.

"Za, gue masih penasaran antara Nina dan Nino," gumamnya.

Eza menghela napasnya, "lagi-lagi lo bahas itu." Eza berpindah duduk di sebelah Gala. "Lagian lo kok penasaran banget sih?"

Gala menyenderkan punggungnya, "gue masih kepikiran pas lo ke rumah Nina. Padahal rumah Nino itu juga ada disitu. Lo tau foto keluarga Nina di ruang tamu?" Eza mengangguk. "Gue ragu kalau cowok yang foto di samping Nina itu Nino. Waktu gue kesitu, Nino bilang kalau cewek di sebelahnya itu kembarannya."

Eza memijat pelipisnya, "gue jadi bingung lo ngomong apaan. Gue tanya Nina, itu cuma saudaranya doang."

Gala menoyor kepala Eza, "lo ganteng tapi bego juga, Za. Mana mungkin cuma saudara tapi bisa masuk foto keluarga. Lagian wajahnya juga mirip. Gue yakin Nina sama Nino itu kembaran."

Eza menyipitkan matanya, "ah, masa sih? Nina sama Nino nggak mirip-mirip amat kok."

"Ishh, yaudah kalo lo nggak percaya," decak Gala.

###

"Gue ke depan dulu, Na. Lo mau bareng ke depan nggak?" Ajak Vio ke Nina yang sedang membereskan alat tulisnya. Mereka berdua baru menyelesaikan tugas kelompok. Jadi hanya tinggal mereka berdua di kelas.

Setelah selesai menutup tasnya, Nina berjalan ke Vio. "Gue mau pulang sama Kak Eza, Kak Eza sekarang lagi di ruang musik."

"Ah, percaya deh yang pulang dianterin pacarnya mulu," kekeh Vio sambil menyikut lengan Nina. "Mau gue anterin ke ruang musik nggak?"

"Nggak deh, gue kesana sendirian aja."

Akhirnya Vio dan Nina berpisah di depan kelas mereka. Nina pun melangkahkan kakinya ke belakang sekolah. Tempat ruang musik berada.

Sampai di kantin, Nina melihat Stefanny dan para kacungnya bergerombol di kantin. Dan jangan lupa dengan Nino dan teman-temannya yang ikutan bergerombol.

Tapi Nina tetap melewati mereka tanpa melirik sedikit pun. Dan di detik itu juga, badan Nina serasa melambung setelah kakinya terjegal kaki orang lain.

Dan di detik itu juga, suar tawa meledak saat Nina tersungkur. Terutama Stefanny dan para kacungnya.

"Huuu, kasian deh yang barusan jatuh," samar-samar suara Stefanny yang bernada meledek memasuk indra pendengar Nina.

Nina mencoba bangkit. Tapi sia-sia saja, saat ia melihat lututnya yang berdarah.

Nino yang berada di samping Stefanny melotot saat melihat kejadian itu. Refleks, Nino berdiri lalu berjalan ke arah Nina.

Kembaran✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang