"Pacaran yuk?"
Dua kata itu masih terngiang di kepala Nina.
Ada dua pilihan Nina, mau atau tidak. Dan Nina saat ini bingung memilih yang mana.
Ia suka dengan Eza, tapi bukankah ini sangat terlalu cepat. Tapi kalau menolak Eza, ia jadi tidak enak.
Nina menunduk, "hmm, ini soalnya susah banget," ia mengalihkan topik pembicaraan.
Seketika Eza menjadi ambigu. Ini yang dimaksud Nina soal apa? Soal matematika atau soal dari dirinya?
Dan Eza menyadari yang dimaksud Nina adalah soal matematika. Dilihat dari Nina yang menunjuk soal matematika.
Eza menghela nafas. Jadi ini yang namanya digantung?
Eza tersenyum tipis, ia mengambil pensil lalu mencoba menjelaskan dengan sabar.
Nina mengangguk-angguk mengerti. Tapi di dalam pikirannya, ia sangat kacau.
"Udah jam 8. Aku anter kamu pulang," ujar Eza sambil membereskan buku yang berserakan.
Nina mengangguk dan membatu membereskan bukunya.
Setelah selesai, mereka langsung keluar dari kafe dan menuju mobil Eza.
Nina merapatkan jaket milik Gala yang dipinjamnya tadi.
Eza tentu saja melihat Nina sedang merapatkan jaketnya. Ia pun mematikan AC mobilnya.
Nina mengernyitkan dahinya, "Kak, kenapa dimatikan ACnya?"
"Kamu kedinginan."
Nina jadi tertegun. Eza adalah orang yang paling peka kedua setelah Kak Reyhan.
Dan lagi-lagi ia memikirkan soal yang tadi. Apakah pilihannya benar? Apakah Eza akan tersakiti jika ia menggantungnya? Tapi Nina kembali bingung lagi.
"Rumahmu dimana?" Tanya Eza memecah keheningan.
"Rumahku kan nggak dibawa. Emangnya aku keong? Pake bawa rumah," canda Nina.
"Ih serius!!" Eza mencubit pipi Nina, gemas.
"Aku nanti dianterin depan perumahan aja," pinta Nina.
Eza menaikkan satu alisnya, "lho kenapa?"
Nina melihat keluar jendela, "aku pengen jalan kaki." Tentu saja Nina mengingat perjanjian yang dibuatnya dengan Nino.
"No, kamu kedinginan dan ini udah malem. Aku bakalan nganterin sampai depan rumah."
"Tapi..."
"Nggak ada tapi. Aku memaksa."
Nina menghela nafasnya, "ya udah deh."
Nina pun memberi tau alamat rumahnya.
Nina menjadi merasa keheningan yang terjadi di antara dirinya dan Eza sangat mengganggu.
"Kak, keberatan nggak aku nyalain radio?" Nina takut Eza jadi tidak konsentrasi menyetir.
Eza menggeleng, "nggak kok. Nyalain aja."
Nina menyalakan radio lalu mencari saluran yang bagus.
Sebuah saluran radio tengah memutar lagu lucky dari Jason Mraz. Tentu saja Nina menyukai lagu ini.
"Lucky, I'm in love with my best friend."
Nina merasa aneh mendengar suara itu. Itu bukan suara Jason Mraz.
Nina menoleh ke Eza yang sedang senyum-senyum. Itu suara Eza.
Nina pun jadu ikut tersenyum. Mungkin sepotong lirik yang dinyanyikan Eza adalah untuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembaran✔
Teen FictionKlise. Mungkin banyak diantara kalian yang menganggap bahwa memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Apalagi kembarannya berbeda jenis kelamin. Tapi berbeda dengan yang berbeda dialami oleh Nina Felicia dengan kembarannya Nino Fernando...