Sepanjang perjalanan menuju rumah, Nino merasa aneh. Ia aneh dengan Sherin yang tiba-tiba menjadi pendiam setelah ia kembali dari cafe.
Sherin hanya menatap ke luar jendela, seperti tak ada minat sama sekali untuk memandangnya. Padahal Nino tahu bahwa Sherin menaruh perasaan suka padanya.
Ia juga melamunkan tentang kejadian itu. Kejadian dimana ia bertemu dengan Aqila. Cewek itu benar-benar berubah seratus persen. Tidak seperti Aqila yang polos dulu.
Dan yang lebih menyakitkan hatinya adalah saat ia tahu bahwa Aqila yang akan dijodohkan dengan Eza. Apalagi Eza adalah pacar kembarannya sendiri, tentu saja hati kembarannya tersebut akan hancur saat dirinya tahu hal itu.
Ia bimbang antara memberi tahu hal itu atau tidak. Ia takut hati kembarannya itu akan sakit. Ia tak akan tega melihat kembarannya itu.
Nino mencengkram setir mobil, tapi pandangannya tetap lurus menatap jalan menuju rumahnya.
Beberapa saat kemudian, Nino akhirnya sampai di rumah. Ia bersyukur bahwa dirinya selamat meskipun ia sempat melamun di jalan.
###
Nina kembali mengecek ponselnya, namun hasilnya nihil, tak ada pesan sama sekali dari Eza. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Ia mendesah napas berat. Lalu menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk milikya.
Ia sampai bergumam sendiri, "lo lagi apa sih, Kak? Kok nggak hubungin gue? Padahal udah di sini."
Suara ketukan pintu yang teratur membuat Nina mengarahkan pandangannya ke pintu."Masuk aja!! Nggak dikunci kok," Nina berseru kepada orang yang mengetuk pintu kamarnya.
"Gue ganggu lo nggak?"
"Nino? Nggak kok, ada apa?" Nina langsung merubah posisinya menjadi duduk ketika melihat kembarannya yang datang ke kamarnya.
Nino melangkahkan kaki panjangnya ke dalam kamar Nina yang 'masih' penuh dengan poster band favoritnya.
"Gue cuma, mau nanya," kata Nino dengan sedikit kikuk.
"Tanya apa??"
Nino pun duduk di sebelah Nina, "akhir-akhir ini lo murung banget, Na. Emang ada apa??"
Tatapan Nina menjadi redup, lalu ia menjawab, "gapapa sih, No. Gue baik-baik aja."
"Tapi mata lo bilang kalau lo lagi nggak baik-baik aja."
Nina langsung menundukkan kepalanya saat itu juga. Membuat Nino menatap kembarannya itu dengan tatapan miris.
"Lo gini karena Eza, kan?"
"Lo kok tau sih, No??"
"Yaiyalah gue tau, siapa lagi sih yang bisa bikin kembaran gue sedih kalau nggak pacarnya sendiri," Nino mengacak rambut Nina dan membuat Nina makin memanyunkan bibirnya.
"Jangan hajar Eza, ya? Dia nggak nyakitin gue kok," cicit Nina.
Nino terkekeh, "ya ampun, ngapain juga gue hajar orang yang deket sama lo. Gue orangnya nggak galak lho."
"Ih, ngeselin lo ya," Nina mencubit perut Nino. "Lo dulu kan pernah nonjok temen SD kita yang suka sama gue."
"Astaga, lo masih inget sama kejadian itu," Nino mulai mengingat-ingat masa SD nya yang indah, lalu ia melanjutkan, "kita dulu kan masih kecil, Na. Masa masih SD udah main cinta-cintaan, sama kembaran gue lagi. Yaudah gue tonjok aja dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembaran✔
Teen FictionKlise. Mungkin banyak diantara kalian yang menganggap bahwa memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Apalagi kembarannya berbeda jenis kelamin. Tapi berbeda dengan yang berbeda dialami oleh Nina Felicia dengan kembarannya Nino Fernando...