"Kiam-kok-kay-thian-hiam awas pedang!"
"Toan-pek-ciap-ceng-thian sungguh luar biasa!"
"Hui-niauw-hui-lan-kwee bagus! Bagus tindakan itu!"
"Tee-tauw-bong-san-kok ~ Pek-in-kak-bee-hian!"
"Ha-ha-ha ! Sambut pedangku!"
"Hi-hi-hi! Berjagalah!"
Teriakan2 itu adalah teriakan dua orang kakak beradik. Sang kakak lelaki bernama Tiangsun Thay, si adik perempuan Tiangsun Pek. Mereka sedang berlatih ilmu pedang.
Jika anda berada di situ dan menyaksikan latihan mereka, anda pasti akan ter-heran2 dan menahan napas.
Mengapa?
Karena mereka berlatih di atas "Can-to" yang terkenal berbahaya di wilayah Siok (propinsi Sucoan). Orang sering berkata, Siok-to-lan, Lan-ie-siang-ceng-thian, jalanan di wilayah Siok sangat sukar, sukarnya bagaikan naik ke langit.
Dan "Can-to" di Kiamkok adalah jalanan yang paling sukar dan paling berbahaya.
Apa itu "Can-to" ?
"Can-to" adalah jalanan kecil yang ber-liku2 seperti usus kambing, yang dibuat di sepanjang pinggiran gunung yang curam. Di tempat2 di mana tak dapat dibuat lagi jalanan biasa, orang lalu memahat batu2 karang yang terjal dan memasang pagar di atas tiang2 kayu untuk membuat semacam jembatan yang tergantung di tengah udara.
Kadang2 jalanan itu merupakan tangga batu dengan ribuan undakan.
Itulah "Can-to", jalanan yang tersohor karena berbahayanya, di daerah Su-coan.
Dulu, pada jaman perebutan kekuasaan antara negeri Couw dan negeri Han, Lauw Pang atau Kaisar Pertama Han Liu Bang (pendiri kerajaan Han) telah menggunakan tipunya Han Sin untuk memperbaiki "Can-to" dan diam2 menyeberang Tinchong, Couwpa-ong yang tidak percaya, bahwa "Can-to" dapat diperbaiki oleh Lauw Pang, dapat dikalahkan.
la sama sekali tidak menduga, bahwa musuhnya sudah menyeberang dari Tinchong. Pada akhirnya, Couw-pa-ong yang terkenal gagah perkasa binasa dengan menggorok lehernya sendiri di Ouwkiang. Dan contoh ini dapat dilihat, bahwa "Can-to" adalah jalanan yang benar2 berbahaya.
Kedua saudara itu berlatih di atas "Can-to" sambil bersenda gurau.
Dengan kelincahan laksana kera, mereka melompat kian kemari sambil menyerang atau menangkis dengan senjata mereka. Salah setindak saja, mereka pasti akan tergelincir dan binasa di jurang yang sangat dalam.
Latihan pedang serupa itu sungguh jarang terlihat dalam Rimba Persilatan. Akan tetapi, di dekat mereka terdapat seorang gadis kecil yang duduk di atas batu besar sambil membaca sejilid buku syair. la membaca dengan penuh perhatian dan tak pernah menengok ke arah pemuda-pemudi itu yang tengah mengadu pedang.
Nona itu yang baru berusia kira2 empat belas atau lima belas tahun, bertubuh langsing dan berparas cantik.
la terus membaca sambil menunduk dan hanya kadang2 ketika kedua kakak beradik berteriak terlalu keras, barulah ia berhenti dan mengawasinya.
Sesudah bertanding kurang lebih lima puluh jurus, sang kakak perlahan berada di atas angin dan si adik mulai kelabakan melayaninya.
"Wan Jie!" teriak Tiangsun Pek. "Mengapa kau tak mau membantu ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie Shen
General FictionAwal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk trilogi ini (Trilogi Pendekar Rajawali karya Jin Y...