52. Si Kacung Hweeshio yang Jahat

1.4K 28 0
                                    

APA lacur kalau aral melintang. Sebelum jenazah Tiangsun Kun Liang selesai terurus, mendadak Tiangsun Pek jatuh sakit.

Si pendeta yang mendengar itu, menyerahkan kamarnya sendiri kepada si nona, karena disitu tidak ada kamar lain lagi.

Atas budi itu Lie It memberikan uang seratus tail perak pada pendeta itu.

Mulanya si pendeta menolak, tetapi setelah diberitahukan bahwa mereka masih mempunyai sedikit bekal, baru ia mau menerima.

Kota kecil dimana peti mati itu dibeli hanya belasan lie jauhnya, di waktu senja si kacung kembali dengan sebuah peti mati.

Lie It bekerja sendiri mengurus jenazah Kun Liang.

Ia menatap wajah bekas menteri itu ketika ia mau menutup peti itu.

Ia berduka bukan main mengingat budi Kun Liang dan puterinya.

Berjanjilah ia didalam hati untuk menyintai si gadis dengan sungguh-sungguh, untuk membalas budi mereka itu.

Ketika Lie It masuk kekamar Tiangsun Pek, si nona justeru tengah mengigau.

Berulang-ulang ia memanggil-manggil: "Ayah!" dan menyebut nama Lie It juga.

Lie It duduk di samping si-nona itu.

"Adik Pek, aku di sini, di sisimu," katanya dengan lembut. "Jangan takut."

"Siapa?" tanya si nona.

"Aku!"

Di luar pun terdengar suara: "Aku!"

Lie It terperanjat.

Ia melihat kacung si hweeshio masuk dengan semangkok obat yang masih panas.

Dia menyingkap tirai pintu dan bertindak masuk.

Lie It memusatkan perhatiannya kepada Tiangsun Pek, ia tidak mendengar tindakan kaki orang di luar kamar, sampai si nona yang mendengarnya dan menyapa.

"Inilah air teh untuk menyegarkan tubuh," kata kacung si hweeshio. "Kalau orang sakit minum ini, dia menjadi tenang, sedang orang sehat akan tambah semangatnya. Jiewie berkunjung kemari, kita tidak mempunyai apa-apa untuk menyambut, maka guruku menjadi kurang enak hati, ia minta agar jiewie minum teh kam-louw ini. Besok barulah kita mengundang tabib untuk mengobati si nona."

Lie It menganggap bahwa kacung ini berbicara terlalu manis, beda sekali dari si hweeshio tua yang romannya jujur, akan tetapi ia percaya bahwa memang demikian sifat kacung itu.

Ia menghaturkan terima kasih, dan mengangkat tangannya, guna menerima teh itu.

Tepat pada waktu itu, dari luar terdengar derap orang berlari-lari.

Segera tampak si hweeshio tua berlari masuk, napasnya memburu.

"Hai, binatang, sedang apa kau di sini?" hweeshio itu membentak dengan bengisnya.

Berbareng dengan itu ia menyampok jatuh mangkok itu, hingga pecah-hancur dan tehnya berhamburan di lantai.

Si kacung kaget.

Mendadak dia menggerakkan kedua tangannya, menolak ke arah si pendeta tua.

Itulah gerakan dari jurus "Liok tee heng couw" atau "Menolak perahu di darat."

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang