"WAN JIE selama ini apakah kau masih terus mengarang syair? Aku menjadi berpikir kejadian malam itu, ketika kau hendak membunuh aku. Aku masih ingat syair yang kau buat malam itu. Ketika itu kau agaknya sangat membenci aku."
Wan Jie tertawa.
"Ketika itu aku sungguh-sungguh tidak tahu apa-apa," bilangnya.
Bu Cek Thian juga tertawa.
"Aku tadi telah membuat syair untuk menjawab syairmu itu, Bunga Gubahan," katanya. "Bunga gubahan bunga buatan manusia. Tapi, bukankah segala apa juga bikinan manusia? Syairku syair 'Bersenandungkan bunga bie-toh.' Kau dengar aku bacakan, lalu aku minta kau suka menggubahnya terlebih jauh."
Lantas dengan perlahan ratu ini bersenandung:
"Pohon bie-toh tanaman manusia.
Ikhtiar manusia memenangkan usaha Thian.
Rembulan menerangkan angkasa, kapan tiba waktunya, empat penjuru lautan menjadi merah.
Musim semi terang dan indah, dan musim rontok menggembirakan.
Berlaksa tahun hidup tegak, roda emas berbahagia tak habisnya."
Bu Cek Thian menjuluki diri "Kim Lun Hongtee," atau "Raja Roda Emas," maka itu syairnya ini memaksa manusia mengalahkan Thian.
"Sungguh mulut besar!" kata Lie It di dalam hati.
Sementara itu Siangkoan Wan Jie memuji katanya: "Bagus, bagus! Bersemangat dan iramanya indah! Tidak dapat aku membuat syair demikian!"
Bu Hian Song tertawa, dia bertanya: "Kouw-kouw, bagaimana bergembira kau malam ini! Kau sampai melupakan bahwa kau hendak memeriksa si pembunuh"
"Benar!" Wan Jie mengingatkan. "Kenapa Taylwee congkoan masih belum tiba?"
Lie It terperanjat, segera ia teringat: "Jikalau aku tidak mengangkat kaki sekarang, sebentar sudah terlambat, aku bakal kena dipergoki mereka ........"
Baru ia berpikir demikian bayangan tadi tampak tiba, terus dari atas wuwungan dia mengayun tangannya.
Maka terbanglah dua bilah hui-to ke dalam istana itu!
Bukan main sebatnya orang itu, baru sesudah dia menimpuk dengan hui-to, Lie It mengenali dia adalah si berewokan Lam-kiong Siang.
Ia tadinya mau menyangka Pek Goan Hoa. Ia tidak menduga kepada rekannya itu.
Lantas di dalam istana itu terdengar tertawa nyaring tetapi empuk. Siangkoan Wan Jie dengan sebelah tangannya menyambuti sebatang hui-to alias golok terbang. (Di sini diartikan pisau belati).
Selama di Kiam-Kok, nona ini telah mempelajari ilmu menyambuti senjata rahasia.
Sebenarnya ia hendak menangkap dua-duanya tetapi Bu Hian Song telah mendahului menyampok dengan tangan baju hingga hui-to itu mental balik, menancap di penglari.
Bu Hian Song pun berseru terkejut : "Ah, bukan dia! Ini bukannya dia!"
Si berewokan itu mengerti gelagat. Begitu ia ketahui bokongannya gagal, ia tahu di dalam istana itu bersembunyi orang liehay, maka ia lantas melompat turun.
Hanya dalam sekejapan saja, di antara satu sinar putih terang, terlihat ia sudah bertempur dengan seorang busu!
Lagi-lagi Lie It kena dibikin kaget saking herannya. Busu yang merintangi dan menyerang si berewokan itu bukan lain orang daripada Pek Goan Hoa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie Shen
General FictionAwal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk trilogi ini (Trilogi Pendekar Rajawali karya Jin Y...