77. Pertarungan Dalam Kerusuhan Pesta Istana

2.7K 28 0
                                    

"ADA SATU urusan penting yang aku ingin menyampaikan kepada Khan yang agung !" kata Hong Bok Ya. Ia bicara secara tiba-tiba.

Khan heran.

"Silakan bicara !" katanya seraya ia mendekati, matanya menatap.

"Orang yang hendak dicari Seri Baginda," kata Hong Bok Ya, "adalah Lie It – dia.. dia... telah tiba di sini..."

Khan terkejut.

"Dia sudah tiba disini ?" dia tanya. "Dimana dia sekarang ?"

Belum berhenti suaranya ini raja, atau ia melihat tubuhnya Hong Bok Ya dan Ciok Kian Ciang terhuyung sendirinya, lalu Hong Bok Ya, dengan roman pucat, berseru tajam : "Kau... kau... kau Bu Cek Thian punya... Oh, kau kejam sekali...! Aduh ! Celaka...!"

Ciok Kian Ciang pun turut berseru : "Kau... kau... kaulah Bu Cek Thian punya ... "

Belum habis mereka itu berbicara, lantas tubuh mereka roboh terguling, jiwa mereka melayang, dari kuping, mata, hidung dan mulut mereka meleleh keluar darah segar ...

Semua orang menjadi kaget dan heran. Itulah kejadian sangat hebat. Beberapa pengiring dan busu lantas berteriak-teriak: "Perutusan Tiongkok keracunan ! Perutusan Tiongkok keracunan !" disusul dengan seruan : "Tangkap si pembunuh ! Tangkap si pembunuh !"

Tapi Kakdu segera berseru : "Jangan berisik ! Jangan bingung ! Mereka bukan dibunuh ! Mereka terkena racun!"

Bu Hian Song pun turut menjadi heran. Ia benci dua orang ini, ingin ia membinasakan mereka, tetapi tidak sekarang. Ia sudah berpikir, kalau sebentar atau besok ia sudah menyingkir dari istana Khan, hendak ia menyusul mereka itu, untuk membunuhnya di tengah jalan. Sebagai selir raja, tidak dapat ia membunuh orang di medan pesta ini. Ia tercengang, sebab orang terbinasa di depannya tanpa ia mengetahui siapa si pembunuhnya.

Khan menyambar sebuah tempat arak, dia menegur Kakdu : "Kau alpa menjaga, kau minum ini arak...!"

Kakdu kaget, mukanya menjadi pucat sekali. la sangat setia, meski ia dihadiahkan kematian, ia tidak mau memolion ampun. Ia mengangguk satu kali seraya berkata : "Hamba ialah kepala pasukan pengawal Seri Baginda, ada orang meracuni utusan, hamba tidak mendapat tahu, maka dosaku ialah dosa kematian. Hamba cuma memohon Seri Baginda berkenan mengurus rumah tanggaku..."

Habis berkata, pengawal setia ini menenggak arak yang tinggal separuh poci, terus ia berdiam, menanti kematiannya. Sia-sia saja ia menunggu, sampai sekian lama, ia masih tidak kurang suatu apa.

"Seri Baginda, inilah bukan arak beracun !" kata ia kepada rajanya. "Jikalau benar bukannya arak beracun, kau tidak sangkut-pautnya lagi...!" kata Khan. Tapi ia tetap heran.

Poci arak itu ialah poci yang araknya barusan dikasihkan minum pada kedua utusan Bu Sin Su itu. Kedua utusan mati, kenapa Kakdu tidak ? Mungkinkah selirnya yang mencampuri racun itu ? Inilah tidak bisa jadi ... ! Kecurigaan, Khan terhadap Hian Song cuma sedetik, lantas itu hilang lagi. Tidak ada alasan selirnya meracuni. Juga ia mendampingi, ia melihat tegas ketika sang selir menuang arak. Kalau selir itu menuang racun, ia pasti memergokinya.

Lalu siapa si tukang meracuni itu ? Selagi suasana kacau itu, terdengar Hu Put Gie tertawa lebar.

"Ha... ha... ! sangat liehay kepandaiannya orang yang melepas racun ini! Dia terlebih liehay daripada ini tuan imam yang tadi meracuni pohon kuku naga !"

Matanya Thian Ok Tojin mendelik.

"Hai, tabib rudin, kau mengoceh apa ?" dia membentak.

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang