SESUDAH berjalan dua hari, mereka tiba di satu tempat yang jauhnya hanya seratus li lebih dari kota Pa-ciu.
Karena sudah mendekati kota, jalanan lebih rata dari pada apa yang sudah dilewati.
"Lebih baik kita ambil jalanan kecil,'' kata Lie It. "Mulai dari sini, sebaiknya kita jangan terlalu berdekatan, supaya orang tidak menduga, bahwa. kita jalan ber-sama2."
Wan Jie yang berotak sangat cerdas, lantas saja dapat menebak maksud kawannya.
"Benar," katanya sambil tertawa. "Jika kita mengambil jalanan raya, kita mungkin bertemu dengan tentara Khu Sin Sun. Kau adalah seorang anggauta keluarga kaizar dan memang paling baik menyingkirkan diri."
Lie It mencambuk kudanya dan si kurus lantas saja lari melaju, Si-nona tertawa dan berkata : "Tungganganmu kurus dan sangat jelek rupanya, tapi larinya benar2 cepat."
Lie It mengebas tangannya, sebagai isyarat supaya Wan Jie jangan mengukuti terus. Si-nona lantas saja menahan les dan sesudah terpisah puluhan tombak, barulah ia mengeprak keledai yang lalu mengikuti dari belakang.
Sesudah berjalan beberapa lama, di depan menghadang sebuah gunung kecil. Jalanan raya terletak di sebelah selatan, sedang jalanan kecil disebelah utara gunung. Selagi Wan Jie memutari gunung itu, di sebelah kejauhan tiba2 ia dengar suara meringkiknya ratusan kuda dari satu pasukan tentara.
"Dia tak mau berdekatan dengan aku karena rupanya dia tidak ingin mem-bawa2 aku dalam hal ini," kata si nona dalam hatinya. "Aku adalah seorang yang memendam sakit hati besar dan aku berniat untuk membinasakan musuh dengan tangan sendiri. Masakah aku takut ter-bawa2 ?"
Kira2 tengah-hari, Lie It dan Wan Jie sudah melewati gunung kecil itu. Si nona menengok dan melihat ber-kibar2nya ribuan bendera, di iringi dengan suara gemuruh.
Ternyata pasukan tentara itu mengikuti di belakang dalam jarak beberapa li.
"Untung juga kami sudah mendahului di depan," pikirnya. "Kalau tidak, biarpun tidak terjadi apa2, perjalanan akan terhambat."
Se-konyong2 terdengar suara terompet dan seorang perwira, yang di ikuti oleh dua orang serdadu, membedal tunggangan mereka dan mengejar dari belakang.
"Tahan....! Orang yang di depan, tahan....!" teriak perwira itu.
"Aku salah apa ?" Wan Jie balas berteriak.
"Perempuan kurang ajar..... !" caci si perwira seraya melepaskan sebatang anak panah.
"Mendengar, cerita orang, tak sama seperti mengalami sendiri," pikir si nona dengan mendongkol. "Kalau begitu, kaki-tangan Bu Cek Thian hanya tukang menghina rakyat."
la mengayun tangan dan sebilah pisau melesat ke arah anak panah itu. "Cring....!", pisau Wan Jie terpental, tapi anak panah itu pun berubah arah lesatannya dan jatuh di samping keledai.
Si-nona kagum bukan-main. la tak duga, perwira itu mempunyai tenaga yang begitu besar.
Buru2 ia mencambuk tunggangannya. Tapi keledai itu, yang rupanya sudah jadi kaget, kabur ke sawah di pinggir jalan.
Perwira itu mengejar terus.
"Berhenti....!" bentaknya dengan suara menggeledek.
Busur kembali dihentakkan dan sebatang anak, panah kembali menyambar.
Baru saja Wan Jie mau menghunus pedang untuk menangkis anak panah itu, sekonyong-konyong dari tengah-tengah sawah melompat seorang petani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie Shen
قصص عامةAwal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk trilogi ini (Trilogi Pendekar Rajawali karya Jin Y...