49. Menemukan Tiang Sun Tay yang Terluka

1.5K 28 0
                                    

JALAN turun ke jurang itu sangat licin karena dipenuhi dengan tumbuhnya banyak lumut, beberapa kali Wan Jie hampir terpeleset jatuh. Untunglah Hian Song selalu memegang tangan Wan Jie.

"Adik Wan, kau tenangkan dirimu," Hian Song kata perlahan.

Ilmu ringan tubuh dari Wan Jie tidak lemah tetapi karena hatinya kacau, ia tidak dapat menguasai dirinya.

Tidak lama kemudian mereka mencium bau amisnya darah.

"Hai, di sini ada satu mayatl" tiba-tiba terdengar Cin Tam berseru.

Dia jalan berpisahan. Siangkoan Wan Jie merasakan dirinya seperti terkena guntur, kagetnya bukan main, kepalanya pusing, tubuhnya bergemetar, maka Hian Song lantas merangkulnya.

Di sana terdengar pula suaranya Cin Tam: "Ah, ternyata mayat seorang tauwto yang memelihara rambut!"

Kata-kata itu sedikit memberikan ketenangan di hati Wan Jie, dengan dipeluk Bu Hian Song mereka berdua pergi menghampiri wiesu itu.

Cin Tam sudah menyalakan api, hingga mereka dapat melihat dengan jelas.

"Inilah Ok Heng Cia!" Hian Song berseru tertahan, karena ia heran.

Ia lantas membungkuk, untuk melihat lebih jelas lagi hingga ia mendapatkan tubuh si tauwto, pendeta yang memelihara rambut ternyata terluka lima atau enam lubang di tubuhnya, semua bukan di bagian tubuh yang berbahaya, kecuali luka di pundaknya yang dalam, tetapi itu bukan luka yang disebabkan senjata tajam, di situ ada bekas-bekas gigi, suatu tanda itulah luka gigitan.

Tentu sekali ia menjadi heran, hingga ia berkata di dalam hatinya: "Seorang yang liehay ilmu silatnya tidak mungkin berkelahi dengan menggigit. Siapakah yang membinasakan tauwto ini?"

"Ok Heng Cia senantiasa berada bersama Tok Sian Lie," kata Siangkoan Wan Jie, "maka itu Tok Sian Lie harus diperhatikan. Mungkin dia terluka dan belum mati dan sekarang lagi bersembunyi di dekat-dekat sini. Awas hati-hati dengan jarumnya yang beracun yang berbahaya sekali!"

Cin Tam lantas berjalan seraya memutar benderanya, matanya dipasang tajam. Tidak jauh diri situ, mereka mendapatkan lagi satu mayat.

"Ah, mayat yang satu ini adalah seorang pemuda .......tubuhnya kekar.......! " katanya heran.

Siangkoan Wan Jie tahu walaupun Lie It gagah tetapi tubuhnya nampak lemah, maka ia tidak menjadi kaget hatinya, baru ia merasa sedikit lega, tiba-tiba ia mendengar suara Bu Hian Song : "Adik Wan Jie, mari lekas lihat! Dia ....... dia ....... bukankah si anak muda yang dipanggil Tiang-sun Tay?"

Wan Jie menghampiri, hatinya kembali berdebaran. Baru ia merasa sedikit lega, sekarang ada lagi lain urusan.

Ketika ia telah datang mendekati dan melihat tubuh orang itu, ia kaget bukan main. Sebab tubuh yang terlentang di depannya, dengan alis gompiok dan mata besar, benarlah si anak muda itu pernah hidup bersama dari kecil hingga dewasa, hingga mereka mirip kakak dan adik, ialah Tiang-sun Tay!

Ia menjerit perlahan, hingga untuk sesaat ia tak dapat menangis.

Cin Tam sudah lantas memondong bangun anak muda itu, sedang Bu Hian Song, yang merobek ujung bajunya, memegang lengannya seraya terus berkata: "Nadinya masih belum berhenti berjalan ........"

Dia merobek pula baju si anak muda, setelah itu ia menambahkan "Dia terkena dua batang jarum beracun serta satu serangan tangan kosong."

Tanpa ayal lagi, Hian Song menghunus pedangnya untuk membelah daging Tiang-sun Tay di tempat yang terluka untuk mengeluarkan dua potong jarum berbisa itu.

Tiang-sun Tay seperti tidak merasakan apa-apa, dia berdiam saja.

"Apakah masih ada harapan?" Wan Jie tanya, hatinya bergoncang.

Hian Song tidak menyahuti hanya ia menotok pinggang dan iga si anak muda, guna membebaskan perbatasan jalan darah hiat-hay-hiat, kemudian Tiangsun Tay lantas memuntahkan reak yang bercampur darah, reak dan darah yang kental, setelah itu dia membuka kedua matanya.

Ketika dia melihat Siangkoan Wan Jie, dia rupanya mengenali si nona, alisnya lantas bergerak, dia tesenyum. Tapi sedetik itu juga dia merapatkan kembali kedua matanya itu.

"Cin Tam," kata Bu Hian Song, "lekas kau bawa dia pulang ke istana, dan lekas kau mengundang thay-ie untuk menolongi dia!"

"Thay-ie" adalah tabib istana. Di dalam hal ilmu-dalam, lweekang atau lay-kang, Tiangsun Tay kalah jauh dari Lie It, maka itu dia tidak dapat di bawa ke gunung Kong Lay San untuk dimintai pertolongannya Hee-houw Kian, sedang dari Tiang-an ke gunung itu di propinsi Su-coan, jaraknya lebih jauh dari pada tempat terlukanya Lie It dulu hari itu.

Siangkoan Wan Jie tahu baik liehaynya jarum Tok Sian Lie, dengan dibawa kepada tabib istana, Tiangsun Tay hanya bisa bergantung kepada nasibnya.

Cin Tam sudah lantas bekerja, dengan memanggul tubuh Tiang-sun Tay, ia berlalu dari lembah itu.

Wan Jie mengawasi sampai kedua orang itu lenyap di antara pepohonan. Ia ingat budi kebaikannya Tiangsun Kun Liang serta Tiangsun Tay dan Tiangsun Pek kakak-beradik, tanpa terasa ia mengalirkan air mata.

Kemudian ia ingat: "Mayatnya Ok Heng Cia kedapatan di sini, engko Tay itu terlukakan jarumnya Tok Sian Lie, maka itu pastilah engko Lie It telah bertemu dengan dua iblis itu ......."

Maka ia menduga, Lie It tentulah terancam bahaya.

Bu Hian Song terus mencari, sampai cuaca berubah menjadi terang kembali, ia masih mencari terus di sekitar lembah itu, namun tidak menghasilkan apapun juga. Lie It tetap tidak tampak.

"Dia tidak ada, mari kita pulang ........" lirih Bu Hian Song dengan lesu.

"Tidakkah terjadi sesuatu atas dirinya ?" Wan Jie bertanya. "Encie, mengapa sampai kau berpikir ia di lembah ini? Menurut suaranya kemarin, bukankah dia mau pergi jauh sekali dan tidak bakal balik kembali ?"

"Lebih baik lagi dia pergi semakin jauh...!" kata Hian Song berduka.

Ia menyahut bukan seperti menyahut, karena ia juga mesti menguatkan hatinya, tidak berani ia memberitahukan bahwa sebenarnya Lie It terjun ke jurang, hal itu pasti akan menghancurkan hati Wan Jie.

Di dalam hatinya ia mengharap-harap Lie It selamat ditolong orang. Sebab dengan terjun ke jurang, kalau tidak mati, sedikitnya dia pasti terluka parah, dan adalah harapan yang sangat tipis jika dia kebetulan dapat ditolong orang selagi keadaannya setengah mati itu.

Sama sekali Hian Song tidak pernah menduga bahwa benar-benar sudah terjadi hal kebetulan. Hanya Lie It bukan ditolong orang selagi dia jatuh, tetapi ternyata Lie It tersangkut di pepohonan, pohon cemara, yang tumbuh di pinggir-pinggiran jurang.

Sebagai seorang yang liehay ilmu silatnya Lie It masih sempat meraih dan memegang cabang-cabang pohon, hingga dia tidak jatuh langsung ke lembah. Dengan berjumpalitan, dia akhirnya tiba di lembah secara perlahan.

Cuma meski demikian, dia toh terbanting juga dan pingsan karenanya.

*******

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang