42. Melarikan Diri

2K 31 0
                                    

DALAM tempo sekejap, beberapa macam ingatan keluar-masuk dalam otak Lie It.

Semula ia berniat mengejar Pwee Ciang, tapi di lain detik ia mengubah maksudnya.

Walau bagaimanapun jua, Thio Cie Kie telah menjadi korban karena dirinya dan ia merasa sangat tidak tega.

Di saat ia menimbang-nimbang tindakan apa yang akan diambilnya, tiba2 terdengar teriakan menyayat hati.

Ternyata, Thia Thong sudah turunkan tangan jahat dan menghancurkan tulang pundak Thio Cie Kie.

Sesudah tertawa terbahak-bahak, Thia Thong berkata, "Sekarang dia tak akan bisa lari lagi. Samko, tolong cepat geledah............!!"

Perkataan itu putus di tengah jalan, karena orang yang dipanggil "Samko" itu mendadak roboh terguling.

Sebagai seorang yang berkepandaian cukup tinggi ia mengerti, bahwa telah terjadi sesuatu yang luar biasa.

Bagaikan kilat ia melompat ke samping "Prak!" sebuah genteng jatuh hancur di lantai, disusul dengan melompat turunnya sesosok tubuh manusia.

Thia Thong terkejut. "Siapa kau?!" bentaknya.

Tangan Lie It berkelebat dan dengan sekali menjambret, ia sudah mencengkeram tulang pundak Thia Thong.

"Anjing buta!" teriaknya dengan gusar, "Buka matamu! Aku Lie It.......!"

Ia mengerahkan Lweekang dan meremas tulang pundak Thia Thong yang lantas menjadi hancur.

Dia berteriak keras dan roboh pingsan.

Dalam keadaan terburu-buru Lie It tidak mau membuang-buang waktu untuk memeriksa luka Thio Cie Kie.

Ia menotok jalan darah Cie Kie untuk mengurangkan mengalirnya darah, lalu menggendongnya dan terus lari.

Sesaat itu, di luar gedung sudah ramai dengan suara ringkikan kuda dan teriakan tentara, sedang pengawal-pengawal keluarga Pwee sudah berkumpul di dalam taman dan kemudian naik di atas tembok untuk melawan saja.

Lie It tiba di taman, pintu sudah didobrak dan sejumlah tentara sudah menerobos masuk.

"Pwee Ciang......! Lekas keluar untuk menyambut perintah !" teriak seorang perwira.

Tapi Pwee Ciang tidak kelihatan mata-hidungnya dan para bu-su sudah mulai bertempur dengan tentara kerajaan.

"Pwee Yam berdosa besar, dia coba memberontak !" teriak pula perwira itu. "Apa kalian juga mau mampus!?"

Mendengar ancaman itu, sebagian bu-su merasa jeri lalu menyingkirkan diri. Tapi dalam usaha untuk menggulingkan Bu Cek Thian, Pwee Yam mempunyai banyak kaki-tangan yang benar setia kepadanya.

Mereka itu tidak menjadi takut dan terus melawan sehingga di dalam taman lantas saja terjadi pertempuran yang sangat hebat.

Dengan menggendong Cie Kie, Lie It bersembunyi di belakang sebuah gunung-gunungan.

Makin lama pertempuran makin mendekati tempat persembunyiannya dan di sekitarnya jadi makin terang-benderang karena sorotan obor-obor.

Ia mengeluh, ia mengerti, bahwa tak mudah ia bisa lari keluar.

Sekonyong-konyong sebatang anak panah menyambar dan ia berkelit.

Apa mau dikata kelitan itu telah menggoncangkan tulang Thio Cie Kie yang remuk, sehingga ia berteriak kesakitan.

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang