54. Sapu Tangan Dalam Khim Kuno

1.5K 24 0
                                    

LIE IT, dan si nona tidak mengejar. Lie It lantas memasang mata. Ia hendak mencari si kacung hweeshio yang jahat, tetapi ternyata dia tidak nampak mata hidungnya.

Sebab dia licik, setelah terpanah oleh Jie Ie, dia mengerti bahwa harapan untuk berhasil sudah lenyap, maka segera dia menyingkir lebih dulu secara diam-diam untuk bersembunyi di dalam rimba.

Jie Ie berdiri diam, matanya mengawasi si anak muda. Wajahnya kemerah-merahan, napasnya sedikit memburu.

Sepasang matanya itu tajam sekali. Dia bagaikan hendak menegur si anak muda, yang telah meninggalkan nonanya.

Selang sejenak, barulah nona itu berkata, suaranya tawar: "Lie Kongcu, kau meninggalkan kota Tiang-an secara kesusu sekali sampai ada serupa barangmu yang kau lupa bawa. Sekarang nonaku menitahkan aku mengembalikannya."

Lie It memandang nona itu di tangannya sekarang nampak sebuah khim kecil, yaitu Hong-bwee-khim, alat musik yang ia sayangi bahkan melebihi jiwanya. Itu adalah sebuah khim kuno.

Ketika ia diperintah Lie Beng Cie mengantarkan orang tawanan ke istana, ia meninggalkan khim itu di tangsi Sin Bu Eng.

Ia tidak menyangka bahwa sekarang Hian Song menitahkan Jie Ie mengantarkannya.

Diam-diam ia merasa hatinya tidak tenteram. Ia teringat saat ia bersama Wan Jie dan Hian Song menabuh khim dan bernyanyi.

Sekarang khimnya ada, orangnya tidak, bahkan hubungan mereka terputus

"Hian Song..., Hian Song..., apa perlunya kau mengirimkan khim-ku ini?" katanya di dalam hati.

Ia berduka sekali. Ia memandangi alat tetabuan ditangan Jie Ie itu, ia berpikir pula: "Mulai sekarang aku bakal pergi jauh sekali, khim dan pedang bakal berpisahan, ada siapakah lagi yang mengenal lagu? Hian Song..., Hian Song..., mengapa bukannya kau sendiri yang mengantarkannya?"

Lie It berpikir demikian tanpa ia mengetahui si nona Bu justeru memikirkan dia, semalam suntuk nona itu tidak pernah tidur barang sekejap jua, karena si nona menduga ia tidak bakal kembali, maka dia memerintahkan Jie Ie yang pergi mencari, untuk menyerahkan khim itu.

Dengan begitu, jika nanti dirinya bertemu dengan Lie It, dia tidak akan sampai berduka dan sedih hingga tak tahu harus berbuat apa. Sebuah perpisahan adalah salah satu hal yang paling menyedihkan di dunia ini. Apalagi berpisah dengan orang yang sangat disayangi.

*Bocoran dikit, hehehehe.... (Sikap Bu Hian Song ini akan diketahui Lie It setelah beberapa tahun kemudian)

Lie It mengawasi Jie Ie dia melihat matanya yang berkaca-kaca. Bahkan seorang pembantupun bisa merasakan perasaan hati majikannya.

"Lie Kongcu, kau terimalah khim ini," kata pula budak itu. "Aku akan segera pulang untuk memberi kabar kepada nonaku"

Lie It menahan turunnya airmatanya.

"Terima kasih ..........." katanya perlahan.

Ia menyambuti khim itu. Lantas ia melihat sepotong sapu tangan terselip di dalam khim, hatinya tergerak.

Ia mengeluarkan sapu tangan itu, dipentangkannya dengan perlahan-perlahan, hingga ia melihat sulaman seekor burung belibis tunggal, di bawah itu ada sulaman pula empat larik syair yang beisi nasehat agar jangan membangkitkan Kut Goan, sebab suasananya telah berbeda.

Dahulu Kut Goan adalah negara yang lemah, rajanya tolol, dirinya sendiri dikurung dorna hingga dia putus asa.

Maka sia-sia belaka kalau ia hidup merantau. Lie It berdiam, berdiri menjublak.

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang