85. Prahara Dalam Istana

1.9K 26 0
                                    

Lie It tercengang.

"Sebentar malam toh bukan giliran Tiangsun Tay bertugas?" ia tanya.

"Aku yang mengajak kau masuk ke istana," kata Hian Song. 

Lie It heran.

"Kau yang mengajak aku ?"

"Benar. Kau bersembunyi dalam keretaku, siapa pun tidak nanti berani menggeledah. Tanpa diketahui siapa juga, kau bakal berada di dalam istana."

"Bibimu mengetahui atau tidak ?"

Pangeran ini, dengan menyebut "bibi," maksudkan Bu Cek Thian.

"Pasti sekali aku tidak akan memberitahukannya."

Lie It bersangsi.

"Jikalau kau tidak pergi malam ini lain kali sukar dicari ketika baik seperti ini."

"Kenapa begitu ?"

"Tadi kau mengacau di istana Gui Ong, sampai sekarang Thian-houw belum sempat memeriksa peristiwa itu, tetapi setelah ini, mungkin bakal ada yang memberitahukannya."

Hati Lie it bersenyutan.

"Aku telah membuat perjanjian dengan Wan Jie," Hian Song berkata pula, menjelaskan. "Sesampainya didalam istana, kau lantas bersembunyi didalam kamarku. Kira jam sepuluh, dia pasti menemui kau. Aku sendiri, aku akan menemani bibiku. Ada apa juga, aku yang akan bertanggungjawab. Sekarang lekas kau salin pakaian. Istana melarang masuknya pria, maka itu baik menyamar menjadi dayang."

Lie It menolak tegas

"Seorang laki-laki mana dapat menyamar menjadi wanita!" katanya. "Tidak, aku tidak mau menyaru menjadi dayang !"

Hian Song tertawa.

"Apakah artinya itu ?" katanya. "Raja yang sekarang pun raja wanita. Dan kau masih lebih menghargai pria daripada wanita ! Baiklah, aku tidak mau memaksa kau. Cuma pakaianmu seperti sekarang ini harus ditukar. Tidak dapat aku membawa seorang busu masuk ke dalam kamarku ! Begini saja. Kau menyamar menjadi orang kebiri, kau masuk ke istana bersama aku."

Hian Song sudah menyiapkan seperangkat pakaian thaykam, atau orang kebiri.

Karena ia tidak menyamar menjadi wanita, Lie It suka juga dandan sebagai thaykam.

Sambil tertaw,a, Hian Song kata : "Harap kau suka merendahkan diri sebentar. Selesai dandan, aku nanti mengajak kau keluar." Lantas si nona berlalu.

Lie It masih berpikir banyak.

"Malam ini aku akan menemui Wan Jie menemui Wan Jie " pikirnya.

Segera juga Tiangsun Tay muncul. Dengan perlahan dia menutup pintu.

"Apakah Hian Song telah bicara denganmu ?" tanyanya perlahan.

"Ya. Sebentar aku akan menemui Wan Jie," sahut Lie It. "Eh, kau kapannya kembali ? Bagaimana urusannya Bu Sin Su ? Bagaimana Bu Cek Thian mengambil keputusan ?"

"Aku pulang bersama Bu Hian Song," Tiangsun Tay mengasih keterangan. "Aku tahu dia telah mengatur sesuatu untukmu. Tentang perkaranya Bu Sin Su. Kau jangan kuatir. Thio Siangkok sudah mengajukan laporannya, untuk itu ada Bu Hian Song selaku saksi. Aku percaya Bu Sin Su tidak bakal lolos."

Hati Lie It lega juga. Dengan cepat ia menukar pakaian. Selagi ia berpaling, ia melihat wajah guram dari Tiangsun Tay.

"Saudara Lie, kau tidak dapat melupai adik Pek, aku sangat besyukur kepadamu," katanya berduka. Ia menghela napas. "Tapi orang yang telah menutup mata itu tidak bakal hidup pula dan si Bin perlu orang yang merawatnya, oleh karena itu justeru sekarang ada orang yang cocok sekali, aku suka mengasi nasihat padamu baiklah kau beristeri pula." la berhenti sejenak, lantas ia menambahkan : "Wan Jie selalu menganggap aku sebagai kakaknya, dengan meninggalnya adik Pek, dialah adikku satu-satunya. Aku tidak mau Wan Jie menutup mata karena bersusah hati, aku pun tidak ingin kehilangan adik seperti dia. Kau tahu, cuma kau seorang dapat membuatnya berbahagia, sedang aku, aku melainkan mengharap hidupnya yang berbahagia itu. Saudara Lie, kau harus mengerti hatiku."

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang