9. Kisah Si Thay Kam Tua

3K 45 1
                                    

MALAM itu malam tak berbintang, langit ditutup awan gelap dan bumi disiram hujan gerimis.

Jalanan sunyi-senyap dan gerar-gerik si-nona tidak diketahui oleh siapapun juga.

Tapi karena gelap, beberapa kali ia nyasar dan sesudah memhabiskan banyak waktu, barulah ia tiba juga di gedung bekas Thay-cu.

Sebagai hukuman untuk bekas putera mahkota itu, Bu Cek Thian memberi perintah untuk membuat Ciang-hoay Ong-hu (gedung raja muda Ciang-hoay), tempat tinggal putera tersebut, secara sederhana sekali.

Gedung itu hanya mempunyai tujuh delapan kamar, sebuah taman kecil dan tinggi tembok luarnya hanya satu tombak lima kaki, sehingga jika dibandingkan, gedung itu masih kalah bagus dari tempat tinggalnya seorang Tiehu.

Begitu melompat masuk ke dalam taman, Wan Jie melihat sinar lampu di atas sebuah pondok semacam saung kecil di sebelah timur taman.

"Thaycu gemar sekali membaca buku dan mungkin ia sendiri yang berada di atas saung itu," katanya di dalam hati.

berpikir begitu, ia lantas melompat nalk ke atas saung.

Dengan mengintip dari jendela, ia lihat di dalam ruangan itu duduk seorang pemuda kurus yang dikawani oleh seorang Thay-kam tua (orang kebiri atau kasim) sedang di atas meja terbuka sejilid kitab Sie-kie (Kitab Sejarah).

Di waktu masih kecil, si nona pernah bertemu dengan Lie Hian dan sampai sekarang samar2 ia masih mengenalinya.

Baru saja Ia mau masuk ke ruangan itu, tiba2 terdengar suara Lie Hian.

"Ong Kongkong," katanya. "Selama dua hari ini hatiku selalu merasa tidak enak. Tentara Khu Sin Sun sudah tiba di luar kota dan besok pagi, ia pasti akan menemui aku. Apa tak baik kita meninggalkan tempat ini malam ini juga ?"

Thay-kam tua itu kelihatannya sangat heran.

"Thian-hee (panggilan untuk seorang putera kaizar)," katanya "Aku justeru menganggap, bahwa kedatangan Khu Tay-ciang-kun, yang datang ke sini atas perintah Thian-houw untuk menengok kau, kejadian ini yang sangat menggirangkan. Bukan tak bisa jadi dalam tempo cepat Thian-houw akan panggil kau pulang ke kota raja. Mengapa Thian-hee mau melarikan diri ?"

"Aku....aku... takut......" jawabnya, ter-putus2. "Bu-houw telah mengatakan, bahwa ia mau perintah The Un datang kemari. Jika di-hitung2, The Un sudah harus berada di sini pada sepuluh hari yang lalu. Tapi sekarang, sebaliknya dari The Un yang dikirim kemari adalah Khu Sin Sun. The Un seorang pembesar sipil dan aku tidak menaruh kecurigaan apapun juga. Tapi Khu Sin Sun seorang jenderal perang, dan .... dan.....ia juga membawa satu pasukan tentara. Apakah ..... apakah..........."

"Apakah Thian-hee takut Khu Sin Sun berbuat apa2 yang tidak baik terhadapmu?" tanya si Thay-kam.

Lie Hian tidak menjawab tapi dilihat dari paras mukanya, pertanyaan Thay-kam itu mengena jitu pada hatinya.

Orang tua itu menghela napas panjang.

Tiba2 ia berlutut dan berkata dengan suara perlahan :

" ..... Hambamu ingin mengeluarkan perkataan yang bisa mendapat hukuman mati. Sebelum Thian-hee memberi ampun, tak berani hamba bicara."

Lie Hian buru2 membangunkannya.

"Ong Kong-kong, kau adalah seorang yang pernah melayani Hu-hong (ayahanda kaizar) dan aku selalu memandang kau sebagai orang sendiri." katanya dengan suara halus.

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang