66. Perjalanan Menuju Turki

1.6K 21 0
                                    

SAMPAI siang hari Hian Song berjalan melewati puncak Lok To Hong atau Puncak Unta, maka di sana di antara pepohonan lebat, ia melihat rumah batu milik Lie It.

Ia bertindak cepat akan tetapi diluar tahunya, ia tiba di luarnya rumah batu itu.

Ia berduka kapan ia ingat, karena ianya, Tiangsun Pek telah mesti pergi jauh.

Lantas saja ia menjadi heran kapan ia mendapat kedua daun pintu terpentang lebar. Ia ingat, ketika ia meninggalkannya, pintu itu ia telah tutup.

"Mustahilkah Tiangsun Pek sudah pulang?" ia bertanya dalam hati.

Kembali di luar keinginannya, Hian Song bertindak masuk ke dalam rumah batu itu.

Setibanya di dalam apa yang ia tampak, membuat hatinya tidak tenteram. Rumah itu kacau, ada baju dan lainnya, yang berserakkan di lantai.

Khim tua kepunyaan Lie It, tidak ada. Hian Song berdiri menjublak.

"Jikalau Tiangsun Pek yang pulang mengambil pakaian, tidak nanti dia membuat kacau begini," pikirnya. "Kalau lain orang, apakah yang dicari? Mungkinkah dia mengambil khim tua itu sebab dia tahu itulah alat tetabuan yang disayangi Lie It?"

Percuma si nona menerka, ia tidak memperoleh jawabannya.

Di tembok masih tertinggal syairnya Tiangsun Pek. Dengan itu Nona Tiangsun mendukakan hidupnya yang menderita. Itu pula hidupnya sekarang ini, yang senantiasi diliputi kedukaan.

Ia menjadi terharu sendirinya.

Akhirnya ia berkata di dalam hatinya: "Mudah-mudahan aku berhasil menolong anaknya Lie It itu, untuk dengan tanganku sendiri menyerahkannya kepada Tiangsun Pek, habis itu aku pulang ke Tionggoan, tidak nanti aku datang pula kemari, supaya Tiangsun Pek ketahui hatiku."

Sambil menyusut air matanya, ia bertindak keluar dari rumah itu. Seterusnya, kecuali beristirahat seperlunya, Hian Song melakukan perjalanan siang dan malam, maka selang setengah bulan, ia sudah melintasi gurun pasir Chakasutai, hingga lagi lima atau enam hari, ia bakal tiba di kota raja Turki. (Dengan Turki disini dimaksudkan Turks atau Tuchüeh atau Tu-Kiu, yang di jaman Ahala Tang sudah luas wilayahnya, dan yang di Timur disebut Turks Timur dengan kotarajanya di Urumkhi sekarang.)

Ia berlega hati karena percaya ia bakal sampai sebelum habis tempo satu bulan yang diberikan khan.

Pada suatu hari Hian Song tiba di kali Kalashaer, yang panjangnya beberapa ratus lie, sedang di dalam wilayah Turki ini, kali atau sungai sedikit sekali.

Ia girang sekali, terutama karena baru saja ia melintasi gurun.

Dengan lantas ia mengisikan penuh dua buah kantung airnya, habis mana ia melanjuti perjalanan mengikuti gili-gili.

Di kedua tepian tumbuh pohon-pohon kayu seperti berbaris, pemandangannya indah.

Baru jalan serintasan, Hian Song mendengar kelenengan yang datangnya dari arah belakang, dimana debu pun mengepul naik.

Ia menduga kepada serombongan kafilah saudagar. Ketika ia menoleh, nyata dugaannya keliru. Itulah serombongan dari delapan busu atau Perajurit Turki dengan seragamnya yang mentereng, yang mengiringi sebuah kereta besar, yang datangnya dari hulu kali.

Kereta itu indah, ditarik empat ekor kuda bulu putih jempolan.

"Tentulah seorang pangeran lagi meronda," pikir Hian Song.

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang