2. Racun Dua Iblis

7.6K 98 0
                                    

"Mereka bukan tidak tahu, bahwa aku senang dengan sastra dan tidak suka belajar silat," katanya di dalam hati. "Tapi mengapa mereka selalu mendesak supaya aku belajar ilmu silat ?"

Dengan munculnya perasaan heran itu, ia lantas saja ingat kejadian selama tujuh tahun yang lampau dan rasa curiganya jadi semakin bertambah.

Kakek dan ayah Siangkoan Wan Jie pernah menjabat pangkat tinggi dalam kerajaan Tong. Pada suatu hari, waktu ia berusia tujuh tahun, seorang bujang tua yang bernama Ong An dan pengasuhnya telah membawanya keluar kotaraja ke rumah keluarga Tiangsun. Setibanya di situ, baru mereka memberitahukan, bahwa kakek, ayah dan ibunya sudah meninggal dunia dan bahwa mulai dari sekarang, ia harus berdiam di rumah Tiangsun Pehpeh (paman Tiangsun).

Semasa hidup, kakeknya, Siangkoan Gie, menjabat dengan pangkat Thay-cu Thay-po (pembesar agung yang jadi penilik dari putera mahkota), sedang ayahnya, Siangkoan Teng Cie, seorang pembesar tinggi dalam jawatan kesusasteraan. Untuk menunaikan tugas, sang ayah sering menginap d idalam istana dan jarang pulang ke rumah. Karena apa mereka meninggal dunia, si nona belum tahu dengan jelas. Tapi ia ingat, bahwa pada pagi hari itu, sebelum ia dibawa menyingkir, ibunya masih segar bugar dan ber-kemas2 untuk menengok ayahnya di istana.

Mengapa, tanpa menunggu pulangnya sang ibu, Ong An sudah membawanya kelain tempat ? Mengapa ibunya sendiri mendadak mati ?

Menurut keterangan Ong An, pada waktu itu, di istana berjangkit penyakit menular yang sangat hebat, sehingga kakek dan ayahnya mati sebab ketularan. Ibunya yang masuk ke istana juga ketularan dan mati ber-sama2. 

Untuk menyelamatkannya dari penyakit itu, maka ia sudah dibawa lari ke lain tempat.

Demikian keterangan Ong An, seorang bujang tua yang sangat setia dan sudah bekerja pada keluarga Siangkoan selama puluhan tahun.

Waktu itu, karena masih sangat kecil, ia percaya saja segala keterangan si tua.

Tetapi sesudah ia bisa berpikir, dalam hatinya lantas saja timbul kecurigaan yang semakin hari jadi semakin bertambah.

la ingat, waktu mau membawanya keluar kotaraja, Ong An dan pengasuhnya kelihatannya bingung sekali dan sudah berangkat dengan ter-gesa2 tanpa membawa bekal yang semestinya.

Andaikata benar berjangkit penyakit menular, perlu apa begitu ter-gesa2 dengan sikap yang begitu ketakutan?

Di samping itu, mengapa selama tujuh tahun, paman Tiangsun, sahabat karib ayahnya, belum pernah memperbolekannya pulang ke kampung sendiri untuk menengok kuburan kedua orang tuanya ?

Banyak sekali pertanyaan muncul dalam hatinya. Hanya sayang, sekarang Ong An dan pengasuhnya sudah meninggal dunia.

Di samping Itu semua, masih terdapat lain kejadian yang memperhebat rasa curiganya.

Paman Tiangsun yang bernama Kun Liang adalah seorang bun-bu-coan-cay (mahir dalam ilmu surat dan ilmu perang.) Pada jaman Kaizar Lie Sie Bin, ia pernah memangku jabatan Kian tiam (penilik).

Sesudah Kaizar Kho-cong dan belakangan Bu Cek Thian menduduki takhta kerajaan, ia segera minta berhenti dan menyembunyikan diri di Kiamkok.

Semenjak Wan Jie menumpang di rumah keluarga Tiangsun, sang paman memperlakukannya dengan penuh cinta kasih, sedikitpun tak berbeda seperti orang tua sendiri. Ia bergaul dan belajar ber-sama2 Tiangsun Thay dan Tiangsun Pek. 

Di waktu siang mereka belajar ilmu silat, malamnya belajar ilmu surat. Apa yang agak aneh yalah sang paman luar biasa giat dan teliti dalam mengajar ilmu silat kepadanya, lebih giat dan lebih teliti dari pada mengajar putera dan puterinya sendiri.

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang