40. Salah Orang

1.8K 30 1
                                    

DENGAN perasaan sedih di antara sayup-sayup hembusan angin ia seperti masih mendengar suara roda kereta.

Tak lama kemudian, di sebelah timur tampaklah sinar merah dan fajar mulai menyingsing.

Setelah melewati gunung, dusun, kota-kota dan sungai-sungai sambil melawan hawa dingin, hari itu Lie It tiba di Gok-koan dan tiga atau empat hari lagi, ia akan sampai pada tujuannya, yaitu kota Tiang-an.

Karena sudah mendekati kota raja, jalanan sudah agak ramai dan sepanjang jalan terdapat warung arak.

Kira-kira tengah hari karena haus dan lapar, ia turun dari tunggangannya dan masuk ke dalam sebuah warung arak untuk menangsal perut dengan arak dan daging kerbau.

Ia adalah tamu satu-satunya dan si pemilik warung arak menyambutnya dengan hormat dan ramah.

Mendengar Lie It ingin pergi ke kota raja, si-pemilik warung arak tersenyum seraya bertanya : "Apakah Losianseng pergi ke Tiang-an untuk mencari pangkat?"

"Bukan," jawabnya. "Aku sudah tidak mempunyai kegembiraan lagi, karena setiap tahun gagal dalam ujian."

"Losianseng jangan berkata begitu," kata si-pemilik warung arak dengan suara membujuk. "Dulu, setelah berusia delapan puluh tahun, barulah Ciu Kong bertemu dengan Bun Ong. Orang tidak boleh merasa kecewa karena menghadapi kegagalan untuk sementara waktu."

Lie It tertawa.

"Pada jaman ini, di dalam dunia tidak ada Bun Ong dan akupun bukannya Ciu Kong," katanya. "Di samping itu jika bisa mendapat penghidupan yang sederhana, aku sudah merasa puas."

"Untuk itu kurasa Losianseng boleh tak usah kuatir," kata pula si-pemilik warung arak dengan paras sungguh-sungguh. "Orang-orang terpelajar dalam kampung ini sering mengatakan, bahwa meskipun kaizar sekarang hanyalah seorang wanita, tapi beliau sangat bijaksana dan pandai sekali menggunakan orang-orang yang sungguh-sungguh berkepandaian. Hanya sayang, Losianseng tidak ingin menjadi pembesar negeri."

Ia berdiam sejenak dan kemudian berkata pula, "Sekarang Tiang-an lebih ramai daripada dulu dan rakyat mudah mencari makan."

Mendengar keterangan itu. Lie it lantas saja ingat ejekan Hian Song yang mengatakan mau ke Tiang-an untuk melihat apakah ibukota itu sudah menjadi "kebun jagung" atau "tanah sawah".

Sesudah bengong beberapa lama, barulah ia bisa berkata: "Terima kasih atas keteranganmu.

Setelah berkata begitu, dengan tangan memegang cawan arak, ia mengawasi gunung-gunung yang berbaris di kejauhan.

Melihat tamunya mengawasi gunung, pemilik warung arak itu berkata lagi sambil tertawa: "Jika ingin Losianseng boleh mendaki gunung itu untuk melihat-lihat peninggalan jaman dulu"

"Ada apa yang menarik hati?" tanya Lie It.

"Gunung ini adalah Siu-yang-san tang tersohor dan sampai beberapa tahun yang lalu, para pelancong sering sekali naik ke atas untuk meilhat-lihat peninggalan Pek Ie dan Siok Cee," jawabnya. "Tapi selama satu-dua tahun ini, jarang ada yang naik ke atas."

Menurut sejarah, Pek Ie dan Siok Cee adalah seorang sasterawan ternama pada jaman permulaan kerajaan Ciu.

Waktu Ciu Bu Ong menggerakkan tentara untuk menyerang negara Siang, mereka pernah coba mencegah niat kaizar Ciu itu.

Belakangan, sesudah Siang dimusnakan oleh Ciu mereka sungkan makan nasi kerajaan Ciu dan menyembunyikan diri di Siu-yang-san. Mereka hanya makan daun-daun dan akhirnya mereka mati kelaparan.

Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang