NONA itu tertawa geli. "Oh begitu ?" katanya seraya menuding dengan ranting tho yang digenggam dalam tangannya. "Jangan kau menakut-nakuti aku. Belum tentu mereka bisa mencabut roh atau membetot nyawa. Sudahlah....! Biarlah aku men-jajal2, apa mereka ada harganya untuk aku turun tangan sendiri."
la tersenyum dan lalu membentak dengan suara keras, "Hei....! Kau menyerang dengan puluhan Chie-piauw, sekarang aku membalas budi dengan sebatang Tho-cian (anak-panah dari kayu tho)."
Hampir berbareng dengan bentakannya, ranting tho itu melesat seperti anak panah baru terlepas dari busurnya.
Mendengar kesiuran angin yang sangat hebat, Ok-heng-cia tidak berani menyambuti dengan tangannya dan buru2 ia menghunus golok, yang lalu digunakan untuk menyabet ranting itu.
Tapi bacokannya meleset dan batang pohon itu, sesudah membentur badan golok yang jadi ber-goyang2, kemudian menyambar ke arah Tok-sian-lie.
"Sungguh lihay timpukan Cek-yap-hui-hoa itu ...." memuji si memedi perempuan.
Cek-yap-hui-hoa adalah ilmu melepaskan senjata rahasia yang sudah mencapai taraf kesempurnaan. Dengan menggunakan Lweekang yang sangat tinggi, seseorang bisa menggunakan daun atau bunga sebagai senjata rahasia yang dapat membinasakan musuh. Begitu lekas ranting tho itu datang cukup dekat, Tok-sian-lie mementil dengan jarinya, sehingga batang pohon tersebut patah jadi dua potong.
Tapi, biarpun sudah patah, tenaga menyambar batang pohon itu tidak berkurang.
Baru saja, si memedi ter-girang2, satu patahan menyambar lehernya.
Bukan main kagetnya Tok-sian-lie yang dengan cepat manggutkan kepalanya dalam gerakan Hong-tiam-tauw (Burung Hong - manggutkan - kepala), tapi tak urung tusuk kondenya kena tersambar juga dan jatuh di tanah.
"Tenaga-dalam Tauw-to muka jelek itu masih cetek," kata si-nona seraya tertawa. "Karena sedang senggang, biarlah aku melayani kamu berdua untuk sementara waktu."
Selama malang-melintang dalam dunia Kang-ouw, belum pernah Ok-heng-cia dipandang begitu rendah.
Darahnya lantas saja meluap dan sambil memutar badan, ia melepaskan sebatang Swee-kut-chie-piauw ke jalanan darah In-tay-hiat, didada si-nona.
Timpukan itu, yang dinamakan Hoan-pie-im-piauw (Timpukan piauw-sambil- membalik-lengan), hebat luar biasa, karena dilepaskan dengan menggunakan seluruh tenaga Lweekang yang dipusatkan di lengan.
Timpukan Boan-thian-hoa-ie yang digunakannya lebih dulu, sudah cukup lihay, tapi sebab jumlah piauw terlalu banyak, maka tenaga menyambarnya sangat berkurang dan mudah dipukul jatuh.
Kali ini adalah lain. Piauw itu bukan saja melesat dengan tenaga Lweekang yang sangat dahsyat, tapi jaraknya pun dekat sekali, sehingga Siangkoan Wan Jie terkesiap dan Ok-heng-cia kegirangan.
Tapi nona itu tetap tenang. la tersenyum tawar seraya berkata : "Hm......! Mutiara sebesar beras juga ingin memperlihatkan cahayanya......!"
Piauw menyambar terus, tapi ia tidak berkelit atau mengangkat tangan untuk menangkap atau menangkisnya dan selama ia bicara, senjata rahasia itu sudah hampir menyentuh dadanya.......!"
Semua orang mengawasi sambil menahan napas. Pada detik yang sangat berbahaya, tiba2 saja, di luar taksiran semua orang, senjata rahasia itu berubah arahnya dan....... "tak......!", menancap di dahan pohon tho yang berdekatan..... !
Wan Jie mengawasi dengan mata membelalak dan mulut ternganga. Hampir2 ia tak percaya matanya sendiri.
"Ciecie ini cantik bagaikan dewi," katanya di dalam hati. "Apa ia seorang dewi yang baru turun dari kayangan ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie Shen
Narrativa generaleAwal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk trilogi ini (Trilogi Pendekar Rajawali karya Jin Y...