KUDA PUTIH berlari kencang, selang dua hari Hian Song sudah dapat melihat bagian tertinggi dari gunung Thian San yang menjulang ke langit, masuk ke dalam mega.
Justeru hatinya lega, di luar dugaannya di hari ketiga, cuaca berubah dengan tiba-tiba.
Di sana mendadak muncul angin besar, yang mengganggu ketenangan sang gurun. Sekarang pasir kuning beterbangan bagaikan kabut menutupi angkasa.
Nona Bu melarikan kudanya untuk menyingkir dari badai, di belakangnya sebuah bukit pasir, ia berhenti untuk berlindung di situ.
Cukup lama badai itu baru berhenti, maka ia keluar dari tempat berlindungnya.
Di depannya ia melihat tumpukan pasir yang baru, sedangkan dua tumpukan lain yang tadinya ada di dekatnya telah lenyap menjadi rata dengan pasir yang baru datang ini.
Di dalam hatinya ia kaget. Benar-benar hebat perubahan di gurun pasir!
Selewatnya beberapa hari, Hian Song tidak menemukan badai lagi, hanya sekarang untuk menyingkir dari gangguan angin itu, sering ia jalan berputar.
Dua kantung airnya hampir habis diminum, dan kudanya juga telah kelelahan ia sendiri pun mulai merasa letih.
Demikian di hari keenam, pada sore hari ia merasa perlu beristirahat. Untuk berjalan terus, ia sudah tidak sanggup.
Tepat di saat si nona mau mencari tempat untuk beristirahat, ia merasakan tanah yang dipijak kakinya bergetar, sedang dari jauh terdengar suara nyaring.
"Apa mungkin terjadi gempa bumi?" ia berpikir.
Kudanya pun terlihat kaget, binatang itu tidak mau mengangkat kaki, sedang dari mulutnya mulai keluar busa.
Hian Song melompat turun dari kudanya, ia memandang ke depan. Mendadak tampaklah sinar api di kaki gunung. Bukan main girangnya ia.
Tidak ayal lagi, ia menuntun kudanya bertindak ke arah api itu.
Tiba di kaki gunung, si nona mendapatkan mulut jalan gunung telah tertutup salju. Di kaki gunung itu ada serombongan kafilah tengah berkemah.
Di antara mereka itu ada sebuah api unggun, itulah sumber cahaya yang ia lihat tadi.
Belum lagi ia datang mendekat, seorang tua telah bertindak ke arahnya dan menyambutnya.
Ternyata orang tua itu adalah orang yang bertemu dengannya beberapa hari yang lalu.
Heran orang tua itu mendapatkan si nona sudah berganti pakaian.
"Benar-benar kau !" katanya girang. "Aku tadinya menyangka lain orang !"
"Dengan dandanan sebagai pemburu, lebih leluasa untukku berjalan di gurun ini," Hian Song memberitahukan.
"Dalam beberapa hari ini cuaca buruk, aku senantiasa menguatirkan kau," kata pula si orang tua. "Syukur kau dapat tiba di sini."
Hian Song jengah. Kalau tahu bakal jadi begini, pasti lebih bagus untuk mengikuti rombongan orang tua ini dari awal.
"Di dalam perjalananku ini, aku bertemu dengan beberapa rombongan lain yang ternyata satu tujuan seperti kami," kata si orang tua, "maka itu kita lantas menggabungkan diri. Sayang kita menemui gangguan gempa salju, maka dari itu kita harus menanti lagi beberapa hari sampai cuaca sudah terang baru kita dapat lewat dari sini. Hanya gempa salju pun ada baiknya. Dengan begitu kita dapat melumerkan salju untuk dijadikan air."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie Shen
General FictionAwal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk trilogi ini (Trilogi Pendekar Rajawali karya Jin Y...