Semua itu menyatakan Bu Cek Thian itu pintar dan pandai, dialah ratu untuk rakyat.
"Sekalipun Baginda Thay Cong, diwaktu perang, dia tidak dapat mengurus rakyat seperti sekarang ini," pikirnya lebih jauh pangeran ini. "Karena itu, perlu apa rakyat membutuhkan lagi aku si orang she Lie sebagai raja ? Kenapa raja itu mesti seorang pria ? Bu Cek Thian merampas mahkota Kerajaan Tong, seumurku aku membenci dia. Benarkah kebencianku ini ?"
Memikir begitu, ruwet pikiran pangeran ini.
Berselang lagi setengah bulan, tibalah Lie It di kota Tiang-an. Segera ia melihat, kota lebih makmur daripada delapan tahun dulu ketika ia meninggalkannya. Di jalan-jalan besar yang lebar, penduduk berjubalan. Mereka seperti tidak melihat bahaya perang. Ia jadi ingat halnya pertama kali ia bertemu dengan Bu Hian Song, ketika dia melagukan syair "Thian Lie". Tadinya ia menganggap kota Tiang-an belukar dan sunyi, ia melampiaskan kepepetan hatinya. Ketika itu Hian Song telah mengejek ia. Waktu ia tiba di Tiang-an, baru ia mendapat kenyataan Tiang-an bukanlah tempat seperti ia bayangkan itu. Sekarang ia tiba pula di Tiangan, kota ini berbeda makin besar. Maka, apakah Hian Song akan mengejeknya pula ?
Lie It mengambil tempat dihotel. Ia sudah memikir, selang dua had ia akan mencari Tiangsun Tay. la memikir juga untuk berdaya dapat menemui Siangkoan Wan Jie. Karena itu, itu malam, kembali pikirannya kacau, hingga tak dapat ia lantas tidur pulas. Pikirnya : "Entah Wan Jie mempunyai urusan penting apa maka berulang kali dia mengirim orang membawa warta padaku supaya aku pulang. Dan Hian Song, entah dia juga ada didalam istana atau tidak. Kalau aku bertemu dia, bagaimana ?"
Sampai jam tiga, ia masih gulak-gulik saja. Tepat ia lagi bergelisah itu, ia mendengar suara pelayan hotel mengetuk-ngetuk pintu sambil berkata : "Tuan... tuan tetamu, silahkan bangun. Ada pembesar negeri melakukan pemeriksaan !"
Lantas ia mendengar suara lain yang nyaring : "Semua keluar ! Semua berdiri berbaris dengan rapi, untuk menanti pemeriksaan Kauw-ut tayjin !"
Kaget Lie It.
"Bukankah mereka datang untukku ?" pikirnya. Ia menjadi bercuriga. "Mungkin Bu Cek Thian sudah lantas mendapat tahu aku telah tiba dikota ini dan dia lantas menitahkan orang mencari aku."
Sekarang ini Lie It tidak takut Bu Cek Thian nanti mencelakainya, akan tetapi ia pikir lebih baik ia terus menyembunyikan diri. Ia mendengar banyak tindakan kaki, yang menuju keluar, tandanya tetamu-tetamu lain sudah mentaati titah. la, lantas berpikir pula : "Jikalau benar Bu Cek Thian memerintahkan orang mencari aku, rasanya percuma aku mengangkat kaki. Mungkinkah ini cuma pemeriksaan biasa saja ? Baiklah aku tidak bercuriga tidak keruan."
Dengan menenteramkan diri, pangeran ini bertindak keluar. Ketika ia telah melihat, ia menjadi kaget bukan main.
Disana seorang pembesar militer serta dua pengiringnya lagi memeriksa dan menanyakan setiap tetamu. Dialah Yang Thay Hoa ! Itulah luar biasa !
Segera mata mereka berdua bentrok sinarnya, segera Yang Thay Hoa membentak dengan titahnya : "Inilah mata-mata Turki ! Tangkap dia!"
Bukan kepalang gusarnya Lie It.
"Kaulah mata-mata Turki!" ia membalas membentak.
Yang Thay Hoa tertawa berkakak.
"Akulah Tang-mui Kauwut !" dia kata nyaring. "Kau menuduh pembesar negeri, dosamu bersusun dosa."
Kali ini Kauw-ut itu membarengi menghunus goloknya, untuk menyerang.
Lie It tidak berani menangkis, bahkan dia memutar tubuh untuk lari ke dalam. Inilah sebab pedangnya masih ada di kamarnya dan ia kuatir pedang itu hilang. Pula, ia tahu musuh ini liehay, ia kuatir ia bercelaka jikalau ia melawan dengan tangan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) ~ Liang Ie Shen
General FictionAwal kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk trilogi ini (Trilogi Pendekar Rajawali karya Jin Y...