Chapter 7 - Pengungkapan

342 12 0
                                    

Arka akan berangkat hari ini, ia bergegas pamit kepada Ibunya, lalu Ayahnya? Ayahnya telah meninggalkan Arka dan Ibunya sejak Arka memasuki jenjang SMA.

Setelah lima jam menempuh perjalanan dengan keadaan macet. Akhirnya Arka sampai di Bandung.

Arka melihat jam di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul setengah tiga siang. Lalu ia mengambil ponsel dari sakunya untuk mengabari Adik angkatnya.

Arka: Raka. Lo lagi dimana gue udah di Bandung.

Kemudian di taruh kembali ponselnya kedalam saku. Arka menyusuri sudut kota Bandung dengan motor ninja-nya. Kota Kembang yang selalu ia impikan. Institut Teknologi Bandung, Universitas yang selalu ia sebutkan didalam doa, dan kini doanya telah di jawab oleh Allah, ia sangat bersyukur akan nikmat yang ia rasakan. Kota Kembang, ITB dan semua dari Bandung yang ia impikan.

Arka menghentikan motor ninja-nya saat melihat seorang gadis yang tengah kesusahan oleh sepeda motor yang ia bawa. Arka berinisiatif untuk menghampiri dan menanyakan kesulitan gadis tersebut.

"Ada apa sama motornya?" Arka berdiri di dekat gadis yang tengah kesulitan itu. Gadis di dekatnya pun menoleh ke arah suara tersebut. "Eh? Ini ban-nya bocor."

"Lo punya kenalan bengkel ga?" Tanya Arka.

"Ada."

"Yaudah lo telepon bengkel, nanti lo gue anter pulang, lo mau pulang 'kan?"

"Ga usah, gue bisa pulang sendiri."

"Gapapa, gue anterin. Oh iya kenalin nama gue Arka." ucapnya mengulurkan tangan.

"Gue Re-- gue Nada." balas gadis tersebut.

"Gue anter lo ya!"

"Oke deh."

Gadis itu Reva, namun ia lebih menyukai jika orang baru memanggilnya dengan panggilan Nada. Reva menaiki motornya Arka, Arka segera menyalakan mesin motornya dan membelah jalanan Bandung.

"Oh iya lo sekolah dimana?" Tanya Arka melihat gadis di belakangnya dari spion.

"SMK Citra Winaya."

"Citra Winaya? Adik gue juga sekolah disitu."

"Jurusan apa?"

"Kalau soal itu gue ga tau."

--

Arka telah tiba dirumahnya, Ralat, di kost Raka. Raka sangat gembira karena penyemangat hidupnya telah bersamanya sekarang. Arka dan Raka duduk di balkon kost Raka, mereka bercerita akan indahnya Bandung.

Arka menceritakan pada Raka tentang gadis yang ia temui tadi siang, menceritakan detail bentuk rupanya. Nampaknya, Arka tertarik dengan gadis yang bernama Nada.

"Akhirnya gue dapet cewek Bandung." ucap Arka di sela pembicaraan mereka.

Raka menatap sosok kakaknya dengan tatapan aneh, apa gadis Bandung termasuk doa Arka? Mungkin pertanyaan itulah di batin Raka sekarang.

"Belum ada dua puluh empat jam di Bandung, udah nemuin cewek aja lo Kak." Raka memutar bola matanya malas. Berbeda dengan Arka, Raka sulit untuk jatuh cinta. Untuk kedua kalinya ia di tinggalkan tanpa alasan dan sebab yang jelas, mungkin kejadian itu yang membuat Raka takut untuk jatuh cinta kembali.

Selepas Zulfa pergi, banyak sekali yang mendekatinya. Tapi, tak satupun dari mereka bisa mengambil alih hatinya yang masih terselip nama Zulfa dan Panda. Sampai saat ini kah? Ya, memang sampai saat ini masih banyak perempuan yang berbondong-bondong merebut hatinya, tapi tetap saja hatinya tidak bisa untuk menerima sosok lain, kecuali Reva.. Belakangan ini Reva lah yang berada dipikirannya, menghantuinya, dan saat bersama Reva lah Raka bisa melupakan Zulfa, tapi tidak dengan Panda. Panda perempuan pertama yang ia temukan, yang ia cintai dan perempuan pertama yang mengisi dan bersinggah di hatinya. Walaupun sampai sekarang, Raka belum mengetahui alasan dari kepergian Panda.

"Emang lo belum nemuin Zulfa?" Arka sudah tahu tentang nasib cinta Raka, dari Zulfa bahkan sampai Panda sekalipun.

"Belum Kak. Tapi.." Arka menyela dengan cepat "Tapi lo nemuin cewek yang buat jantung lo berdetak dua kali lipat?"

Raka menatapnya Kakaknya dengan heran "Tau dari mana lo Kak?"

Arka tertawa kecil, lalu menepuk bahu sang Adik, "Gue tau semua masalah lo. Masalah hati sampai batin lo. Dan raut wajah lo ga menunjukkan sama sekali tentang Zulfa."

"Setahun gak ketemu lo. Ternyata lo bisa baca pikiran dari raut wajah ya Kak?"

"Gila lo, ya enggaklah."

"Gue kira Kak." pekik Raka.

--

Reva berjalan melewati lorong sekolah, membawa beberapa buku tugas teman sekelasnya. Selagi perjalanan, senyuman itu hadir kembali, Farel. Langkahnya berpapasan kembali dengan Farel, tanpa sengaja Reva pun membalas senyuman itu dan kembali melangkah.

Baru berjalan selangkah, bahunya di tepuk oleh Farel, kepalanya kembali menoleh ke arah Farel, dan ia mendapat senyuman itu lagi dan lagi.

"Hai.." ucap Farel dengan senyuman. "Kamu yang sukak bareng Dinda kan?" Lanjutnya.

"Eh? Iya. Kenapa ya?"

Farel hanya membalas senyuman, kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan Reva di lorong sekolah.

"Dih? Ganteng tapi aneh. Dinda gebetannya..." gumam Reva menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian melanjutkan langkahnya ke ruang guru.

Setelah menaruh kumpulan buku di meja Bu Alena, ia segera kembali ke kelas. Di tengah perjalanan ke kelasnya, Reva bertemu dengan coolhits di hadapannya, matanya terfokus pada lelaki yang telah memandangnya dari kejauhan tadi. Bukan tatapan manis yang sering ia berikan kepada orang lain, melainkan tatapan sinis.

Reva terus melangkahkan tanpa memperdulikan tatapan harap itu. Dengan cepat tangan Reva di cekal saat melangkah tepat di depan Jieyo. "Lepasin gue!!" Ucapnya keras, dan menepis cekalan itu secara kasar.

"Lo kenapa aneh banget sih Dek?" Kali ini bukan Jieyo yang bicara, tetapi Reno.

Tatapan Reva kini terarah pada Reno yang berada di sampingnya, "Lepasin gue!" Kemudian cekalan itu dilepas secara perlahan oleh Jieyo, Reva langsung menepisnya dan menghela nafasnya kasar "KELAMAAN GUE MUAK SAMA LO SEMUA! TERUTAMA LO JIEYO! GUE SELALU NGEBIARIN SEMUA YANG LO LAKUIN SAMA ANAK-ANAK LAIN YANG DEKET SAMA GUE! GUE KIRA LO BISA MIKIR, TAPI TERNYATA NOTHING. LO BAHKAN GAK PERNAH MIKIR PENDERITAAN ORANG YANG LO JADIIN KORBAN PEMBULLYAN LO!" Reva menjeda pembicaraannya sebentar, dan melanjutkannya tanpa melihat Jieyo, Reno, Alzy dan Delon, Reva menunduk "Gue cape sama lo semua!" Wajahnya terangkat kembali dan menatap haru Reno didepannya, "Buat lo kak! Gue ga mau kita musuhan. Jadi gue harap, lo jangan pernah ngatur hidup gue lagi. Bebasin gue memilih. Tolong!" Tanpa menunggu balasan Reno, Reva segera melangkah pergi secepat mungkin.

Untung keadaan sekitar sedang sepi, masing-masing kelas sedang melakukan KBM, dengan gurunya masing-masing, jadi tak ada yang memperhatikan perkelahian mereka itu.

----

Sebaik-baiknya orang, kalo kebaikannya gak di hargai, dia bisa jadi jahat. -Reva

Rahasia Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang