"Reva! Tunggu! Gue bisa jelasin semuanya, semua ga kaya yang lo liat" Raka berseru-seru mengejar Reva yang terus saja berjalan cepat.
Reva masih terus melangkah mulutnya bungkam. Namun terlihat sepucuk airmata mengumpul di pelupuk nya. Setelah jarak mereka tidak terlalu jauh, Raka segera mencekal pergelangan tangan Reva. Reva menolak keras cekalan itu, tapi tidak berhasil membuatnya lepas. "Rev kasih gue kesempatan buat jelasin semuanya" kini Raka berkata lembut, Reva menunduk dan airmata nya berhasil tumpah.
"Rev liat gue!" Raka menopang kedua pipi Reva untuk mendongak ke arahnya.
"Jangan nangis!" Kata Raka lagi.
"Lo jahat! Lo biarin gue nunggu tapi nyatanya lo lagi bersanding sama yang dia!" Nada bicaranya naik satu oktaf dari biasanya, Reva menepis kencang kedua tangan Raka yang menempel pada pipinya.
"Gue bisa je--"
"Gue ga mau denger. Lo pergi sekarang. Gue mau sendiri!" Nada bicara Reva semakin emosional.
"Gue ga bisa biarin lo sendiri, Rev"
"Dia bisa sama saya" terdengar suara khas seseorang yang muncul dari belakang Reva.
Reva menoleh ke asal suara yang kini sang empunya suara itu berdiri tegap di samping Reva, "Farel" lirih nya.
"Dia bisa sama saya, kamu jangan khawatir" kata Farel kepada Raka, dan berhasil membuat Raka geram.
"Lo pergi sekarang!" Ujar Reva, kini terdengar lebih lembut suaranya.
Dengan berat hati, Raka melangkahkan kakinya menjauh dari Reva dan Farel. Terselip rasa dendam kepada Farel di dalam benaknya. Raka terus bersumpah serapah dalam hati. Raka akhirnya memutuskan untuk menyudahi cfd kali ini, karena jika dia bertemu Zulfa lagi, keadaan akan semakin kacau.
Di sisi lain, Farel menenangkan Reva dengan mengajaknya duduk di tempat duduk yang terdapat di bawah pohon. "Saya ga suka liat kamu nangis" Ucapan Farel lantas berhasil membuat kuluman senyum di bibir Reva.
"Saya lebih suka liat kamu senyum" Farel ikut tersenyum.
Reva menyeka airmata yang turun di pipinya, "gue ngerti dengan ucapan lo tempo hari, kalau kita jatuh cinta pada dua orang, kita pilih yang kedua, karena kalau kita cinta dengan yang pertama, kita ga akan pernah nemuin yang kedua" ucap Reva menatap penuh Farel disampingnya, sambil mengingat perkataan yang sempat di sampaikan tempo hari.
Farel tersenyum simpul. "Jangan pernah benci sama dia, Rev. Itu cuma buat kamu sakit"
"Kenapa?"
"Karna semakin kamu membencinya, semakin pula rasa cinta untuknya tumbuh, kamu memaksakan kehendak yang buat kamu dan dia bersatu" Farel diam sejenak, "maaf ya, saya udah buat kamu marah kemarin" diam lagi, "saya cuma ga mau bahas tentang perasaan Dinda, saya merasa salah di situ, tapi saya lebih merasa salah jika saya memaksa kehendak untuk cinta sama Dinda yang notabenenya saya belum ada perasaan sama dia" Farel menjelaskan.
Reva tersenyum, "harus nya gue yang minta maaf, gue yang terlalu paksain kehendak. Lo sama kaya Taufik, gue suka"
"Saya salah perkiraan" Farel bergumam, menunduk.
Reva yang sedikit mendengarnya merespon cepat gumaman itu, "Kenapa?" Reva bertanya, heran.
"Eh? Engga" Farel terkekeh dan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
Reva mengangguk-angguk seolah paham.
"Taufik yang tempo hari sama kamu dan Dinda ya?"
Kini raut wajah Reva terlihat murung. "Iya. Tapi udah pindah sekolah" Ucapnya kemudian tersenyum lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta
Teen Fiction[SELESAI] [Proses Editing] Ini bukan suatu kebetulan. Bisa dikatakan ini Takdir. Takdir menemukannya lagi. Lagi yang dulu pernah terpisah. Kata orang 'kesempatan kedua ga akan bisa sama dengan awal perkenalan'. Tapi aku ga percaya. Aku yakin ini tak...