Raka sudah dipulangkan ke rumahnya sekitar pukul lima subuh, isak tangis memenuhi rumah sederhana bercat putih itu, Reva masih menangis dan merengkuh tubuhnya sendiri yang berbalut jaket army yang pernah Raka berikan saat mereka makan ketoprak Kang Kasim. Kenangan itu kembali terlintas. Betapa bahagianya semua memori indah terlewati.
Dinda sudah ada di sana bersama Alzy. Setelah mendapat telepon dari Reva yang mengatakan bahwa Raka meninggal, Dinda langsung menelepon Alzy dan segera melesat ke rumah Raka. Dinda juga sudah menelepon Taufik tentang kabar duka yang menimpa secara mendadak. Isak tangis dari semalam belum reda. Reno, Dinda, bahkan Alzy sudah berusaha menenangkan Reva dari kesedihannya yang berlarut. Hingga ketiganya hanya mampu mendengar isak tangis yang masih saja terdengar.
"Rev, jangan nangis, nanti jiwa Raka disana ga tenang karna lo belum ikhlas" Dinda terus menenangkan Reva.
"Kenapa cepet banget, gue baru ngerasain tawanya beberapa hari, Din. Gue belum siap kehilangan" ucapnya di sela isak tangisnya.
"Gue tau ini bener-bener sakit Rev, tapi lo ga boleh egois, lo jangan buat tante Nadia nahan beban Raka karna jiwanya disana ga tenang"
"Ini sakit, Din"
"Senyum Rev, tunjukin sama dunia kalo lo ga lemah, gue yakin, kalo lo jodoh sama Raka, masih ada tempat buat lo di pertemuin sama dia, jangan siksa diri lo kaya gini"
Reva memeluk Dinda, dan tangisnya mulai mereda, "Gue akan jadi orang yang paling kesepian, Din" ujarnya dalam pelukan Dinda.
"Jangan begitu Rev, gue jadi ngerasa ga berguna buat lo"
"Gue kehilangan penyemangat gue, gue kehilangan tawanya dia buat selamanya"
"Jangan gitu, lo masih punya gue, Taufik dan yang lain"
"Semua orang cuma tau rasanya kehilangan, tapi ga bener-bener ngerasain rasanya kehilangan"
"Lo masih punya gue" Dinda meyakinkan Reva.
"Lo bisa janji? Bahkan kita aja jarang ketemu"
"Seakan lo nyindir gue Rev" Dinda melepaskan pelukannya dengan gerakan kecewa. Sudah tak terdengar lagi isak tangis yang tadi menghiasi ruangan, hanya ada perdebatan antara kedua sahabat yang saling beradu argumen.
Reva diam. Dinda juga. Keheningan terjadi di dalam ruangan yang menjadi hilir mudik para pelayat. Pukul setengah tujuh pagi, Raka dimandikan untuk yang terakhir kalinya. Ada Reno, Alzy, Rafi, Rangga dan bapak-bapak yang cukup aktif di mushola, mereka bergegas memandikan Raka dan menutup tubuh Raka dengan kain kafan.
Isak tangis kembali meledak saat Raka di tutup dengan keranda yang akan mengantarnya pulang ke tempat peristirahatan yang terakhir. Raka di makamkan di Jakarta, tepatnya di dekat rumah sang nenek, di daerah Tebet. Di antar oleh ambulans rumah sakit yang telah Nadia sewa.
Hatinya masih belum mengikhlaskan kepergian Raka yang jauh darinya. Jiwanya juga belum siap menerima kesepian tanpa kerusuhan dan keributan yang sering membuat Reva kesal sendiri, "kalo kamu cinta sama dia, kamu berhenti tangisin dia, kamu ga kasian sama dia karena dia harus nanggung beban atas ketidakikhlasan kamu" Rafi berkata lembut. Rafi mendapat kabar duka ini dari Reno, dan ia segera pergi untuk melayat Raka, Reno telah men-share location nya.
"Iya. Bang" ucapnya berusaha tenang.
"Reva yang abang kenal, ga lemah. Dia kuat"
Reva diam.
Rafi datang bersama Rachel dan Rizaldi, namun Rachel tak memasuki rumah karena Rizaldi masih kecil, takut terjadi sesuatu nantinya.
Taufik juga telah sampai di rumah Raka. Dia datang bersama Awi, sekitar pukul setengah delapan pagi, Taufik baru sampai. Pukul sembilan nanti, Raka siap di makamkan di Jakarta menggunakan mobil ambulans.
Awi juga ikut-ikutan. Kini ke tiga sahabat itu masih setia menenangkan dan membuat Reva mengikhlaskan nya. Reno dan Alzy juga turut berduka atas semua yang terjadi.
Tepat jam sembilan, Raka di makamkan di Jakarta, dekat tempat tinggal nenek nya. Isak tangis semakin membludak di dalam ruangan dengan ornamen putih suci. Kini hanya tersisa isak tangis Reva yang mengiringi Raka di perjalanan pulang ke rumah asalnya.
"Udah, ya, Rev. Biarin dia tenang" ucap Awi.
Reva masih terisak.
"Rev, lo masih punya kita kok" Taufik ikut berkoar.
Reva masih acuh, isaknya semakin menjadi.
Nadia yang setia dengan langkahnya menghampiri Reva, "Rev, doakan dia, semoga dia tenang, perjalanan menuju rumahnya berjalan lancar" ucap Nadia dan detik kemudian memeluk Reva.
Reva membalas pelukan Nadia dengan erat, "aku masih ga percaya, Tan" lirih nya.
"Doakan dia" bisik Nadia kemudian melepaskan secara perlahan pelukannya.
Reva semakin terisak, Dinda dan Awi tak luput memberi hangatnya peluk mereka untuk menenangkan Reva. Taufik hanya menatapnya sendu.
"Ikhlas, ya" ucap Awi sambil menyeka air mata yang sedari tadi membasahi kedua pipi Reva. Pipi yang sering merona karna ulah jailnya Raka. Sebersit kenangan melintas.
Reva mengangguk samar.
Nadia berpesan lagi sebelum ia benar-benar mengantar Raka pulang kerumah yang sebenarnya, rumah yang abadi, "kalo kamu masih ingin bersamanya, bawalah dia ke dalam mimpi indahmu, sertakan doa untuknya, dan tante terimakasih banget sama kamu, karena udah menjaga anak tante sampai kini ajal menjemputnya" lirih nya didalam pelukan Reva.
Tepat pukul jam sembilan lewat duapuluh menit, ambulans yang membawa Raka melesat, dan hanya menyisakan berjuta kenangan yang melintas di setiap sudut kota Bandung.
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta
Fiksi Remaja[SELESAI] [Proses Editing] Ini bukan suatu kebetulan. Bisa dikatakan ini Takdir. Takdir menemukannya lagi. Lagi yang dulu pernah terpisah. Kata orang 'kesempatan kedua ga akan bisa sama dengan awal perkenalan'. Tapi aku ga percaya. Aku yakin ini tak...