Reva's POV
Ini ga bisa gue biarin, kalo bener Raka yang ngambil buku gue. Berarti? Raka tau semua isi bukunya? Kacau. Dia bisa tau semua ungkapan hati gue. Terus gue harus apa sekarang?
Gue harus kerumah Raka. Iya. Ga ada cara lain. Gue segera bergegas menuju rumah Raka.
Setelah selesai bersiap, tanpa pikir panjang gue langsung melesat pergi menggunakan sepeda bang Rafi. Sebenarnya gue mau pake motor, biar cepet sampai rumah Raka, tapi motor gue di pake sama mama.
Gue segera keluar kamar dan ngetuk pintu kamar bang Rafi untuk izin minjem sepedanya.
Tok.. Tok.. Tok..
Terdengar langkah kaki dari kamar bang Rafi dan tak lama pintunya terbuka.
"Ada apa de?" Rafi menampakkan wajah seperti baru bangun tidur.
"Abang lagi tidur ya? Maaf bang, Reva ganggu. Reva mau minjem sepeda ya"
Saat gue minjem sepeda bang Rafi, kak Reno belum ada dikamarnya. Alah paling dia pacaran atau ga latihan futsal. Biarin deh. Bukan urusan gue juga.
Bang Rafi mengangguk menandakan ia tadi sedang tidur dan mungkin memaafkan gue karna ngeganggu dia, "emang mau kemana?" Tanya bang Rafi kemudian.
"Aku mau ke rumah Raka, bang"
Bang Rafi mengerut dan mengangkat sebelah alis, "mau ngapain? Mau pedekate ya?" Bang Rafi menyenggol batang hidung gue menandakan dia meledek.
Gue pasang muka kesel ke dia, kalo gue terus nyautin dia bakal ga kerumah si Raka deh. "Ngga bang. Yaudah ah aku mau berangkat" Gue langsung pergi setelah mengucapkan salam ke bang Rafi dan menyalami tangannya.
"Hati-hati de. Jangan sampai lecet pokonya" Gue hanya memutar bola mata malas, selalu aja bilang begitu. Takut banget sih.
Setelah gue ngambil sepeda bang Rafi dari bagasi, gue langsung melesat secepat mungkin. Tanpa memperdulikan sekitar, gue masih melesat sampai di depan pintu rumah Raka.
Gue langsung turun dan secepat kilat gue mengetuk pintunya.
Tok.. Tok.. Tok.. Tok.. Tok..Tok..
"Sabar woy!" Terdengar teriakan dari dalam rumahnya. Gue yakin itu Raka.
Gue masih mengetuk pintunya sampai pintu tersebut terbuka sedikit dan gue langsung menghentikan ketukan gue.
"Lo gabis--" matanya membelalak saat melihat gue di depan pintu. "Reva?" Kaget nya.
"Mana buku gue, balikin!!" Gue langsung meminta buku diary gue dengan nada sedikit teriak.
"Buku apa? Gue kan ga minjem buku pr atau buku catatan lo?" Ucapnya so' ga tau.
"Ga usah banyak alesan deh lo. Balikin diary gue!!" Ucap gue masih dengan nada tinggi.
"Oh. Diary yang warna ungu?" Tanya nya dengan nada santai. Gila ga tuh? Gue udah teriak-teriak kaya orang Gila dan dia masih santai.
Gue pingin teriak lagi didepan muka dia tapi dia malah melenggang masuk ke dalam rumah.
Dia keluar lagi dan membawa buku diary gue. Sebelum dia ngasih ke gue, gue terlebih dahulu mengambilnya. "Lo dapet darimana buku gue?" Tanya gue sembari menunjukkan diary itu.
Dia tersenyum. "Gue ngeliat diary itu di meja lo. Gue kira ga ada yang punya, yaudah gue ambil"
Apa?!! Gue menajamkan tatapan gue ke Raka. "Kalo bukan hak milik. Jangan seenaknya ngambil dong!!"
Raka masih tersenyum. "Penting banget ya buku itu?"
Gue masih menatapnya dengan tajam dan berbalik untuk pergi dari rumah Raka, "kalo ga penting ga bakal gue dateng ke rumah lo" ucap gue setelah duduk di jok sepeda.
Raut wajah Raka terlihat seperti orang bingung, "rumah gue yang mana deh?" Raka tertawa kemudian melanjutkan ucapannya, "ini kost gue bukan rumah"
"Ya pokoknya itu lah. Ga penting juga" Gue langsung melesat pergi dari rumah Raka. Ralat. Kost Raka.
"KALO PUNYA PERASAAN DI UNGKAPIN JANGAN DI PENDAM, MAKASIH LO MAU KE KOST GUE" teriak Raka yang masih terdengar di telinga gue.
"Pasti udah dibaca-baca diary gue. Ga sopan!" Kesal gue.
--
Author's POV
Hari ini adalah haru terburuk Reva, dimana Raka telah mengetahui perasaannya yang terpendam. Reva masih memikirkan akan seperti apa sifatnya nanti jika ia bertemu Raka. Raka pasti akan merasa menang karena mengetahui tentang perasaannya.
Reva memejamkan matanya untuk sekedar melupakan kejadian hari ini. Namun pikirannya masih terbayang kepada Raka yang membuat tidak bisa memejamkan matanya.
Ponsel Reva berdering di atas nakas, Reva segera mengambilnya dan lagi-lagi tertera nama Raka di ponselnya.
A. Raka Ardhiansyah: tidur. Jangan mikirin gue terus.
Reva menganga tak percaya saat membaca pesan dari Raka. Tau dari mana dia kalau Reva tak bisa tidur, udah kaya cenayang, mungkin itu yang terbesit dalam pikiran Reva.
Reva telah membuka notif Line Raka. niatnya untuk membalas ia urungkan, "kalo gue balas. Nanti dia ngerasa menang kalo tebakan dia bener" Gumam Reva.
Ponselnya ia taruh kembali di atas nakas. Dan tak lama ponselnya berdering lagi. "Raka apaan sih?!!" Kesalnya.
A. Raka Ardhiansyah: kan tebakan gue bener, terbukti karna lo masih read Line gue. Hahahaha
Reva menatapnya kesal. Akhirnya ia membalas chat Line Raka.
Revanda: LO GANGGU GUE!
Ponselnya tak lama berdering lagi.
A. Raka Ardhiansyah: maaf. selamat malam. Mimpi baik.
Reva menghela napas, "selamat malam juga Rak, mimpi baik" balasnya dalam gumaman. Namun chat Line Raka hanya ia read dan kembali ia taruh ponselnya di atas nakas.
Senyum di bibir Reva terukir dengan sempurna, "Kenapa gue jadi kepikiran dia ya. Ah ga penting"
Ketukan pintu kamar Reva membuat Reva bangun kembali dari tidurnya. Dengan malas ia turun dari kasurnya dan membukakan pintu.
Reva membukakan pintu kamarnya dengan wajah ngantuk, setelah pintu terbuka, ia temui wajah Rafi yang sedang menatapnya.
"Eh, bang. Ada apa?"
Rafi tersenyum, "udah ngantuk ya?"
Reva mengangguk, "emang ada apa, bang?"
"Abang kira malam ini kamu mau cerita soal Raka lagi. Kamu ga datang ke kamar abang, emang ga ada kejadian tentang Raka hari ini?"
"Ada sih bang, tapi aku lagi malas cerita. Jadi abang kesini cuma mau bilang itu?"
Rafi tersenyum dan mengangguk, "satu lagi. Abang sama Rachel akan menikah 5 bulan lagi"
Reva tersentak kaget, "Wah cepet banget bang. Mama sama papa udah tau?"
Rafi menyenggol batang hidung Reva dan berkata, "duluan mereka lah dibanding kamu" Rafi menjeda nya sebentar dan mengelus halus rambut Reva, "selamat malam de. Mimpi Raka ya. Hahaha" ucap Rafi kemudian tertawa.
"Ih abang!!" Kesalnya. Setelah Rafi pergi, "selamat malam, bang" ucap Reva sedikit berteriak. Rafi menoleh dan tersenyum lembut. Kemudian Reva menutup kembali pintunya dan memejamkan matanya lagi.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta
Roman pour Adolescents[SELESAI] [Proses Editing] Ini bukan suatu kebetulan. Bisa dikatakan ini Takdir. Takdir menemukannya lagi. Lagi yang dulu pernah terpisah. Kata orang 'kesempatan kedua ga akan bisa sama dengan awal perkenalan'. Tapi aku ga percaya. Aku yakin ini tak...