"Rev, ini bulan pertama gue di diagnosa terkena Alzheimer, lo tau penyakit itu kan?"
Hening.
"Ga usah searching Rev, gue kasih tau aja ya, tapi lo harus janji, lo pokonya ga boleh sedih. Cuma penyakit doang kok.."
Terdengar hembusan napas berat. Dan Reva hanya terisak untuk ke sekian kalinya.
"Alzheimer itu penyakit lupa ingatan, semacam amnesia gitu. Gue sekarang tau penyebab gue sering lupa, ternyata gue kena Alzheimer, gue ga sedih tau. Tau ga kenapa? Karena lo pernah bilang, kalo gue sedih lo juga sedih, kalo gue seneng lo juga seneng. Ga usah bilang gue hebat lah, gue udah tau kok" Ucapan dengan nada manja yang khas dan sedikit kekehan.
"Gue bingung Rev, gue ga mau semua orang khawatir sama gue karna penyakit ini, apa lagi lo. Gue harus jelasin ke ibu gimana ya? Lo harus bantuin gue ya. Obatin gue. Gampang kok, cukup lo selalu ada buat gue.." Raka terdiam sejenak, perkataannya selanjutnya mampu membuat lidah Raka terasa kelu di sana.
"Perlahan ingatan gue kabur Rev, yang gue takutin adalah saat gue nanti lupa sama semua yang kita lewatin. Ah pokonya gue mau sama-sama lo terus. Lo pelet gue ya? Sampai gue ga bisa jauh dari lo.. Ga usah ge-er lo, ga usah mesem-mesem, lo tambah cantik aja deh. Eh udah ah, gue capek pingin bobo... gue cinta lo.."
Sebuah Handycam di genggamannya terhenti. Ini udah kesekian kalinya Reva menyetel video itu dan kemudian terisak lagi. Enam bulan sudah berakhir, tetapi namanya masih tetap tinggal disana. Reva menyetel lagi beberapa video yang tersimpan pada Handycam itu.
"Ini udah bulan kedua gue di diagnosa terkena Alzheimer. Jangan sedih Rev, tenang. Gue lagi berusaha keras biar gue bisa inget semuanya. Ternyata sakit ya Rev, ketika dua orang telah di persatukan, dan keduanya telah yakin kalo takdir milik mereka, dan menyakitkan apa bila suatu pilihan bukanlah takdir. Rev, gue belum bilang sama ibu. Gue takut ibu bilang ke lo, dan lo khawatir sama gue. Ah jadi enak" video telah berakhir di suguhkan dengan cengiran khas Raka yang selalu membuatnya ingin menjitak kepalanya. Terbesit luka dari semua kenangan, enam bulan ini tak ada yang merubah apapun, kini Reva hanyalah manusia lemah, manusia paling kesepian, dan enam bulan bukan waktu yang singkat untuk ia berada dalam kesedihan yang berlarut. Reva mendapat Handycam itu tepat di hari ke tujuh Raka meninggal. Sebelum meninggalkan Bandung, Nadia memberikan seluruh rekaman dalam Handycam yang sempat Raka titipkan sebelum nyawanya tercabut.
"Ini bulan ketiga Rev, gue tau lo bosen sama semua rekaman yang isinya curahan gue, gue minta maaf banget sama lo, karna sampai bulan ketiga ini gue belum siap untuk kasih tau lo, gue pengecut ya Rev. Sampai saat ini semua memori masih terselidik di otak gue, lo mau test? Ayo, siapa takut!" Video terhenti dengan seringai senyum menantang dari Raka.
Reva menangis dan membuka kembali video yang lain.
"Detik berjalan, menyusuri menit mengejar jam. Dan hari semakin menampakkan bulan dan tahun. Perlahan semua hilang dari ingatan gue Rev. Suatu saat gue akan lupa sama lo, gue akan asing sama wajah lo dan yang paling gue takutin adalah saat gue bener-bener ga bisa inget satupun kenangan dan memori saat gue sama-sama lo. Gue takut, Rev.. gue cupu, gue penakut, dan yang gue takut kan adalah hilang dari lo..." Terdengar desauan napas frustasi dan nada yang lirih dari Handycam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta
Teen Fiction[SELESAI] [Proses Editing] Ini bukan suatu kebetulan. Bisa dikatakan ini Takdir. Takdir menemukannya lagi. Lagi yang dulu pernah terpisah. Kata orang 'kesempatan kedua ga akan bisa sama dengan awal perkenalan'. Tapi aku ga percaya. Aku yakin ini tak...