Reva melangkahkan kakinya menjauh dari anggota coolhits, tanpa disadari, tangannya kembali di cekal, Bukan dengan Jieyo melainkan Raka.
"Lo kenapa Rev?" Nadanya terdengar khawatir, Reva melepaskan genggaman tangannya secara perlahan, dan menjauh dari Raka.
Raka tahu akan kemana ia melangkah, Raka mengikutinya, dan benar saja dugaan Raka, Reva berada di taman belakang sekolah.
Ia menghampiri Reva yang tengah duduk sendiri di kursi taman. "Lo kenapa sih Rev?"
Reva menghentikan tangisnya, menengok ke arah sumber suara, dan ia temukan Raka di sampingnya, "Lo kenapa masih ikutin gue sih!" Ucap Reva dengan wajah marah.
"Gue ga suka liat cewek sedih." ucap Raka lembut.
"Gue cape sama semua drama!" Ketusnya.
"Drama itu lo yang buat."
"Salahin aja terus gue. Mending lo pergi dari sini. Tinggalin gue sendiri!"
"Kalo itu mau lo. Gue akan lakuin." balas Raka lembut.
Kemudian Raka menjauh pergi darinya, Raka memang tidak bisa melihat perempuan menangis, tapi Raka pun tak bisa menolak permintaannya.
Saat Raka ingin berjalan ke arah kelasnya, tangannya di cekal dan satu pukulan berhasil menepis pinggir bibir Raka, dan kerah bajunya di tarik kencang dan seseorang itu berkata, "GUE BILANG JANGAN DEKETIN REVA!! LO GAK BUDEG KAN?!" Ketusnya pada Raka.
"Lo si-siapa sih sebenernya?" Tanya Raka dengan sangat sulit.
"Lo gausah pura-pura lupa! Lo gak akan bisa bodohin gue!"
Lelaki tersebut segera melepaskan cekalannya dari kerah Raka, sebelum banyak mata yang melihat mereka. Lelaki itu menatap Raka dengan tak suka. Walaupun Raka terus membalasnya dengan senyuman, senyumnya yang terlihat samar.
Pukulan itu membekas di pinggir bibir Raka, hingga menghapus lengkupan senyumnya.
Raka terus berfikir, siapakah dia? Terikat apa dengan Reva? Pertanyaan yang sama kembali muncul di benaknya. Selalu ada lelaki tersebut saat Reva menangis, selalu ada lelaki tersebut saat Reva kesusahan, siapakah dia? Siapakah dia? Dan siapakah dia? Pertanyaan itu terus mengisi pikiran dan benaknya.
"Kenapa gue berasa jealous gini ya?" Gumamnya dengan sedikit terkekeh.
Raka terus mengusap bibir pinggirnya yang membekas biru, dirinya sesekali meringis kesakitan.
Raka kenapa?
Itu dia kenapa?
Raka kamu kenapa?
Raka aku obatin ya?
Raka ke UKS aja bareng aku.
Raka kasihan banget.
Raka aku obatin sini.
Teriakan-teriakan tersebut membuat telinga Raka hampir pecah, sesekali ia ingin menepis kasar tangan-tangan yang mencengkeramnya, tetapi itu hanya membuat keadaan makin tidak baik. Raka terus berjalan sampai tiba di kelasnya.
Taufik yang melihatnya langsung bertanya, "Lo kenapa lagi sih?" Kesalnya. Jelas saja Taufik selalu melihat Raka sering terluka belakangan ini. Sedangkan Raka terus saja menjawab, "Gak papa, cuma luka kecil."
Senyumnya terus terukir walau pinggiran bibirnya tak terlihat jelas.
Tak lama Reva menyusul masuk ke dalam kelas, matanya membelalak saat melihat wajah Raka yang biru lebam, ia langsung menghampirinya dan bertanya padanya, "Lo kenapa?" Selalu kenapa, kenapa dan kenapa. Raka muak akan kata itu, untuk apa bertanya padanya, kalau tadi saja kehadirannya hampir tak di anggap.
Raka hanya menjawabnya dengan dingin, "Gak papa, cuma luka kecil."
"Begini lo bilang luka kecil? Konyol juga lo. Pasti ini Jieyo kan? Gak bisa di biarin!!" Reva langsung berdiri dari tempat duduknya dan beranjak pergi, namun seperti biasa, tangannya telah lebih dulu di cekal oleh Raka, "Lo berhenti salahin orang yang lo benci!" Ucapnya masih dengan nada dingin. Sepasang mata melihat dengan sinis tangan Raka yang menggenggam Reva, siapa lagi kalau bukan Ayana.
Raka melepaskan genggaman tangannya secara perlahan, dan Reva kembali menatapnya haru. Ada apa dengan lelaki itu, terkadang baik tapi terkadang dingin, apa yang sebenarnya dia inginkan? Mungkin begitulah batin Reva sekarang.
Reva kembali duduk, ia melihat kursi disampingnya yang belakangan ini kosong, Dinda ga pernah cerita sedang apa belakangan ini, hingga ia sering tak masuk sekolah, bahkan ketika Reva ingin berkunjung kerumahnya, Dinda selalu menolak, ada apa dia? Kenapa berubah secepat kilat.
Lagi-lagi Reva termenung, takdir apa yang sedang ia jalani, sulit baginya menebak isi hati, terkadang kedinginan yang Raka beri padanya, membuat hatinya hancur lebur. Bahkan Reva pun tak tau kalau ia harus menerima kenyataan bahwa dia mencintai Raka. Tak kalah baginya untuk menopang perasaannya, rasanya begitu cepat semua berubah, setelah tiga bulan perkenalannya dengan Raka dan pertemuannya dengan Farel, semuanya berubah. Termasuk sikap Taufik dan Dinda yang selalu tertutup belakangan ini.
Ia menoleh ke belakang, melihat wajah yang sekarang biru legam, ia tak tahu siapa yang melakukannya, kenapa begitu sakit hatinya saat penerima penolakan dari Raka, bahwa ia akan membantunya. Seolah dirinya benar-benar tak penting, seolah Reva lah peran utama dari semua ini, Reva lah yang harus menanggung semuanya. Lalu siapa yang akan melindunginya, bahkan semuanya acuh saat mendapati Reva yang sedang terkapar, Reno? Jangan tanya dia, sikap Kakak pelindung di dirinya sudah hilang. Dia pemaksa, dia selalu ingin melihat sahabatnya bahagia, tapi dia tak pernah melihat penderitaan yang dialami Reva, bahkan untuk menanyakan 'lo bahagia sama Jieyo?' Kata itu tak pernah keluar dari mulutnya.
Reva segera mengambil tas hitamnya, beranjak pergi dari tempat duduknya, langkahnya terhenti dengan suara, "Lo mau kemana?" Taufik lah yang berkata.
"MATI!" Jawabnya asal.
Raka yang mendengarnya membulatkan mata, kenapa dia? Kenapa Reva sefrustasi itu? Ia langsung menyusul Reva yang keluar dari kelasnya.
Langkahnya terhenti saat tangannya di cekal oleh Taufik, "biar gue aja yang samperin dia, kondisi lo lagi ga baik!" Ucapnya menepuk pundak Raka.
Raka mengangguk, dia kembali ke tempat duduknya lagi.
Taufik tahu kemana ia akan melangkah, tempat berkumpulnya ia, Reva dan Dinda. Ia akan melangkahkan kakinya ke situ, benar saja ia temui sosok Reva yang sedang menangis sendu, dibalik awan.
"Gue minta maaf Rev, ga seharusnya gue begini sama lo" ucap Taufik yang secara perlahan melangkah.
Reva tersenyum sinis padanya, "Gue pikir lo ga perduli sama penderitaan gue"
"Gue tau, gue juga ngerasa akan sikap gue dan Dinda belakangan ini, gue cuma mau lo sadar Rev, lo masih punya kita yang bisa ngeluapin keluh kesah hati lo. Tapi kenapa lo selalu tertutup sama kita? Lo seakan ga tau kalo ada kita di belakang lo yang siap menolong kalau saja lo terlalu cape sama ini semua, tapi apa? Lo bahkan ga pernah ceritain isi hati lo sama Dinda yang udah jadi sahabat kecil lo, gue bisa maklumin kalau lo ga terbuka sama gue, wajar aja kita baru dua tahun kenal, tapi kalau Dinda? Lo pernah pikirin sekali aja gimana perasaan Dinda saat lo tertutup sama dia? Lo pernah mikir seolah Dinda itu 'mulut ember' yang udah ga lo percaya? Ga 'kan? Gue yakin lo ga pernah mikirin itu" Taufik menghela nafasnya panjang, kemudian Reva dengan cepat membalas perkataan Taufik.
"Gue ga habis pikir sama kalian, kenapa seolah gue yang buat renggang persahabatan ini, apa--" Taufik langsung menyela dengan cepat. "Apa ini semua salah gue? Bukan Rev! Gue tegasin BUKAN! Kenapa lo nyalahin diri lo terus, kenapa lo bersikap seolah lo yang selalu salah. Tolong! Hilangkan sifat itu, lo tau? Sikap lo kaya gitulah yang membuat semua renggang, gue ngerti sama perasaan lo saat ini, masalah lo dengan Reno, apa lo sadar di setiap pertengkaran lo sama Reno, disitu ada gue Rev. Asal lo tau, gue berusaha sebisa mungkin untuk jadi pelindung lo. Gue udah bersikeras buat lo tertawa, tapi gue rasa itu semua percuma Rev, karna apa? Karna lo ga mau tau tentang gue" Taufik diam sebentar, Reva yang sedang menangis kini menatapnya aneh. "Tentang lo? Apa?" Ia mengerutkan dahinya.
"Ga penting Rev, sekarang gue mau tanya sama lo gimana perasaan lo sama Raka?"
-----

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta
Teen Fiction[SELESAI] [Proses Editing] Ini bukan suatu kebetulan. Bisa dikatakan ini Takdir. Takdir menemukannya lagi. Lagi yang dulu pernah terpisah. Kata orang 'kesempatan kedua ga akan bisa sama dengan awal perkenalan'. Tapi aku ga percaya. Aku yakin ini tak...