BAB 22 : PERMOHONAN MAAF

173 22 0
                                    

Petugas PMR terus berusaha membuatnya sadar dengan terus menggosokkan minyak kayu putih dihidung dan dada Joe, tapi kenapa dia belum sadar juga?

Aku yang masih panik, berinisiatif untuk membelikan Joe teh hangat di kantin agar saat dia sadar nanti keadaannya bisa lebih baik. Aku mempercepat langkahku menuju klinik sekolah ketika sudah mendapatkan minuman hangat yang kumau.

"Mell. ." sapa Rendy yang sedang duduk dikoridor.

Aku spontan menghentikan langkah kakiku yang terburu – buru.

"Kamu mau kemana? kok kayak buru – buru gitu?" tanya Rendy kemudian.

"Ini emang lagi emergency, Ren! temenku pingsan." jawabku sebelum meninggalkannya.

Saat tiba di klinik sekolah perasaanku sedikit lega karena Joe telah sadarkan diri, aku segera menghampirinya.

"Loe udah sadar?" tanyaku sumbringah setelah hampir stress karena keadaannya tadi.

"Seperti yang loe liat. ." jawabnya judes.

"Hm. . kalo gitu minum teh angetnya dulu." suruhku menyodorinya segelas teh.

Seseorang tiba – tiba masuk kedalam ruang klinik sekolah, aku menoleh kearah belakang ternyata Rendy. Kenapa dia menyusulku kesini?

Joe sempat mengalihkan pandangannya pada Rendy yang baru datang, kemudian ia memandangku lagi, "Buat apa dateng kesini dan bersikap sok care begini?"

"Gue nggak sok perduli, tapi gue emang beneran perduli sama loe!" jawabku.

"Udah deh, Mell. Kalo loe lakuin semua ini cuma karena rasa bersalah loe, lupain aja!" kata Joe mengalihkan pandangannya.

"Kenapa loe jadi kayak gini, Joe?" tanyaku.

"Kenapa? bukannya ini yang loe mau? bukannya loe nggak suka sama sikap pecicilan gue? iya kan?"

"Iya, gue emang gak suka! Tapi bukan berarti loe jadi dingin kayak gini dong?!" ucapku berusaha menahan genangan air mata yang mulai meninggi dimataku, perasaan tak enak dengan Joe semakin membuatku merasa bersalah.

"Ya terus? loe mau gue kayak gimana lagi?" tanya Joe dengan nada judesnya.

"Loe bilang jujur! apa loe marah dengan sikap gue di kelas tadi pagi? maaf, Joe! waktu itu gue lagi emosi dan maaf banget kalo ngelampiasinnya ke loe!" dan air mata yang berusaha kutahan dari tadi akhirnya jatuh juga.

Mendengar isakanku, Joe mengalihkan pandangannya kearahku. Dia keget melihatku menangis, "Eh! kenapa loe nangis?"

Perasaan bersalahku dengan Joe semakin mendesak rongga dadaku, aku benar – benar merasa telah melukai hati seseorang yang tak bersalah seperti Joe, kenapa amarahku dengan para haters di sosial media kulampiaskan pada Joe? lalu melihatnya rela dihukum sampai pingsan demi aku telah menyadarkanku jika dia sangat perduli padaku, meskipun aku acuh tak acuh padanya.

Entah kenapa, ini sangat menyakitiku!!

"Mell. ." gumam Rendy menyentuh pundakku.

Aku masih terus terisak, berusaha melonggarkan dadaku dari permasalahan – permasalahan rumit. Sementara tangan Rendy yang menyentuh pundakku terasa bergetar, dia akhirnya keluar dari klinik sekolah.

Ah! apakah aku juga telah menyakitinya?

Joe membenarkan posisinya, yang tadinya masih terbaring diatas kasur klinik, ia duduk menghadap kearahku. Kemudian ia meraih tanganku, menatapku dalam yang masih terus terisak didepannya.

Valentine Flower In December✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang