BAB 53 : KESALAHPAHAMAN

216 31 20
                                    

Pandanganku dan Joe sama – sama terarah pada dua sosok beda gender yang sekarang sedang berdiri didepan pintu kamar Joe. Mataku membulat dan mulutku menganga memandang pria itu, kulihat dengan jelas tangan pria itu mengepal keras terlihat marah.

"Brengsek. .!" sergahnya seraya berjalan dengan cepat kearahku dan Joe, tatapannya marah seakan – akan ingin menghabisi kami berdua.

"Stop. .!" cegatku menghentikan langkahnya yang sepertinya akan segera memukul Joe lagi.

Pria itu tertegun memandangku yang berdiri didepan tubuh Joe, terkesan seperti pahlawan kesiangan yang berusaha melindungi Joe dari amukannya.

"Rendy. .!!" teriakku berusaha memperingatinya yang masih terus melangkah mendekat kearah kami berdua.

Rendy tetap melangkah dan berdiri tepat didepanku, aku mendongak menatap wajahnya sementara ia menunduk memandangku geram dengan rahangnya yang sudah mengeras menahan kemarahannya.

"Jadi loe disini. .?" tanyanya sedikit membentak.

"Iya! gue disini. .!" jawabku singkat penuh penekanan.

"Sekarang loe ikut pulang sama gue!" ajak Rendy menarik paksa tanganku dengan kasar, aku yang kesakitan berusaha melepaskan tanganku, meski sedikit kesulitan akhirnya aku bisa lepas dari pegangan tangannya.

Rendy membalikkan badannya menatapku dan Joe bergantian, "Loe nggak mau balik sama gue? masih mau tinggal disini lebih lama lagi. .? masih betah sama cowok brengsek. ."

Darahku mendidih mendengarkan perkataan kasar Rendy yang tertuju pada Joe, tanganku melayang begitu saja menampar pipinya dengan keras.

"Jangan sesekali loe cap Joe dengan kata – kata kasar loe, karena gue nggak akan tinggal diam!" kataku penuh tekanan sembari menunjuk wajahnya.

Rendy menyeringai kesal, "Oh gitu? jadi sekarang loe pilih dia. .? lebih milih cowok ini ketimbang pacar loe sendiri?"

"Seorang pacar akan lebih mengutamakan pacarnya ketimbang cewek yang berkamuflase dengan topeng polosnya, pacar mana yang nyuruh ceweknya minta maaf sama orang yang hampir bunuh ceweknya itu. .? pacar mana yang tega mengabaikan pacarnya disaat pacarnya sangat membutuhkannya. .?" tanyaku lirih masih tetap penuh penekanan.

"Nggak usah bawa – bawa Selfie disini, dia udah cukup menderita karena tuduhan nggak bermoral loe!" sergah Rendy marah.

"Terserah loe. .! gue udah nggak perduli! entah loe lebih percaya sama gue atau sama cewek itu. . gue nggak perduli!!" teriakku marah.

"Okay! gue juga nggak perduli.. entah loe mau tinggal disini sampai satu abad sekalipun, gue nggak akan perduli lagi!" sergah Rendy sebelum pergi.

Mataku kini menatap Jessica yang masih tetap berdiri didepan pintu, air mata telah membentuk sebuah kolam dikedua bola matanya.

"Jess. ." panggilku pelan.

"MUNAFIK. .!" sergahnya sebelum pergi mengikuti langkah Rendy, aku berupaya menahannya tapi dia menghempaskan tanganku. Aku bahkan masih mengejarnya, sesekali tanganku bahkan berhasil memegang lengan bajunya, aku sempat terseret oleh langkah kakinya sebelum kemudian jatuh keatas lantai.

Aku menangis meratapi kepergian sahabatku itu, dia pasti salah paham denganku. . aku dengan Joe tak ada apa – apa, Jess. . Sungguh. .!

***

Meskipun kondisi tubuhku belum sepenuhnya membaik tapi hari ini aku memutuskan untuk pergi ke sekolah setelah hampir seminggu absen karena dirawat di rumah sakit waktu itu. Selain karena ujian setengah semester sudah dekat, tujuan utamaku ke sekolah hari ini adalah untuk bertemu dengan Jessica. Aku tak ingin dia salah paham denganku, aku tak ingin persahabatanku dengannya hancur. Benar – benar tak ingin. .!

Valentine Flower In December✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang