BAB 37 : PEMBUKTIAN

155 24 1
                                    

Aku yang masih mengobrol dengan Jessica diatas atap gedung olahraga dikejutkan oleh suara riuh yang terdengar dari lapangan basket. Aku yang penasaran bangkit dari posisi dudukku lalu menoleh kearah bawah gedung.

Melihat banyak siswa yang berlarian menuju kearah lapangan basket kian membuatku penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ilham!" teriakku memanggil si ketua OSIS yang kebetulan juga ikut - ikutan lari ke lapangan basket.

Ia refleks menghentikan laju kakinya dan menoleh kearahku, "Woi! ngapain loe disana?" tanyanya berteriak mengingat posisinya denganku cukup jauh.

"Gue.. gue. . ah! ada urusan cewek. ." balasku dengan oktaf yang hampir sama tinggi.

"Urusan apa? mending sekarang loe cepetaan turun! Joe sama anak Tri Sakti itu berantem lagi di lapangan" ujarnya yang mengagetkanku.

"Demi apa loe?" tanyaku terkejut.

"Demi mie ayam buk kantin!" teriaknya terlihat sedikit kesal "Loe disaat - saat genting gini bukannya pisahin mereka malah ngumpet diatap gedung! sekolah jadi huru hara karna kasus percintaan loe tuh." umpatnya.

Aku dan Jessica sempat saling tatap beberapa detik sebelum berlari kencang menuju lapangan basket. Aku tak merasa tenang sama sekali mendengar kalimat Ilham barusan, aku terus berusaha memacu kedua kakiku untuk melangkah maksimal.

Keadaan lapangan basket benar - benar penuh dengan siswa sehingga aku kesulitan menerobos badan - badan siswa yang justu menjadi penonton gratisan melihat perkelahian itu, bukannya berusaha memisahkan Rendy dan Joe.

Aku yang akhirnya berhasil menyusup diantara banyaknya siswa langsung berdiri ditengah selah antara Joe dan Rendy yang siap saling pukul, melihatku ada diantara mereka berdua membuat Rendy maupun Joe menghentikan kepalan tangannya yang hanya berjarak beberapa inchi dari sisi pipi kiri dan kananku.

Aku yang ketakutan menutup mataku keras, untung mereka tak sampai mengenai pipi mulusku.

Siswa SMA Kartini yang tadinya berteriak riuh mendadak senyap karena kehadiranku ditengah - tengah pertandingan yang sudah seperti tarung bebas ini.

Perlahan kubuka mataku, lalu aku mengarahkan pandanganku kearah Rendy dan Joe bergantian, melihat mereka berdua telah babak belur dan terdapat darah segar yang mengalir disisi kiri bibir Rendy meyakinkanku mereka telah sempat saling pukul sebelum kedatanganku.

"Kenapa berhenti? ayo pukul!! pukul gue! buktikan kalo kalian jantan!" seruku terbawa sisa emosiku tadi.

Baik Joe maupun Rendy bungkam! mereka berdua menunduk dan tidak berani menatapku.

"Cowok macam apa kalian berdua? mau keliatan sok tangguh didepan siapa? depan gue? kalian terlihat menjijikan buat gue kalo caranya kayak gini!" sambungku berteriak, suasana sangat senyap! tak ada seorangpun yang membuka mulutnya kecuali diriku sendiri.

Setelah bungkam sekian detik Rendy membuka mulutnya, "Dia yang mulai! dia mancing emosi aku, Mell."

"Dan kenapa loe kepancing?!" tanyaku.

"Karena dia udah ngelewatin batesnya! aku nggak bakal biarin dia ngejelek - jelekin Jessica!" umpat Rendy yang terlihat emosi.

Joe mengangkat wajahnya menatap Rendy tajam, tapi tak ada perlawanan atau pembelaan lewat mulutnya. Joe tetap bungkam!

"Loe ngomong apa soal Jessica? apa yang loe bilang soal sahabat gue?" tanyaku menatap Joe.

Ia tetap konsisten menutup mulutnya rapat - rapat sambil tertunduk dihadapanku.

Valentine Flower In December✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang