BAB 58 : TAK MUNGKIN!

226 23 2
                                    

Rendy kemudian melepaskan ciumannya, ia menghapus air mataku dan mengangkat wajahku menatapnya. "Habiskan waktumu untuk berbahagia, aku harus pergi sekarang--"

Aku mengeratkan pegangan tanganku yang masih memegang tangannya, tapi semakin erat aku berusaha memegangnya semakin longgar pegangan tangan itu, ia dibawa pergi dua orang pria bersayap kearah cahaya itu.

Pegangan tanganku semakin melonggar, longgar--

Kemudian terlepas.

****

"RENDY. .!!" teriakku keras dan nyaring.

Mataku terbuka di sebuah ruangan bernuansa putih, nafasku terengah – engah mendapatkan mimpi buruk itu. Aku masih berusaha menstabilkan nafas dangkalku yang tak beraturan. Mataku berputar berusaha mengenali ruangan ini, aku mendapati diriku tengah terbaring dengan banyak kabel – kabel dan peralatan pernafasan menempel di tubuhku, tanganku yang ditusuk infuse mulai sakit seperti digigit semut.

Banyak pandangan menatapku seakan khawatir dengan teriakanku barusan, ada banyak orang dalam kamar rawatku kali ini. Mataku berbinar menatap pria itu--

PAPA.

"Sayang.. . kamu sadar? oh syukurlah. ." ujarnya tampak lega.

"Papa. .? papa pulang?" tanyaku belum yakin jika pria di hadapanku ini adalah ayahku.

Beliau manggut beberapa kali, "Papa pulang, nak. Papa nggak akan ninggalin kamu lagi, kamu adalah harta paling berharga yang papa miliki, maafkan jika selama ini papa nggak becus untuk menjadi ayah yang baik buat kamu. Papa adalah orang yang bodoh, bodoh! karena membiarkan putri kesayangan papa berjuang sendirian melawan penyakit ganas itu--" ucap papa mulai terisak sambil memegang tanganku.

"Enggak, pa. Aku sayang papa, aku ngerti kalo papa perlu waktu lebih untuk melupakan almarhumah mama. Aku nggak benci sama papa, aku sayang sama papa--" ujarku menghiburnya.

"Kamu harus sembuh. Karena kehilangan mama-mu sepuluh tahun lalu telah membuat setengah jiwa papa pergi, jangan buat papa seperti mayat hidup dengan kepergianmu."

Aku memegang tangan papa, "Aku pasti sembuh, pa. Aku kan anak kuat!"

"Bagus! itu baru namanya anak papa." dia tersenyum membuatku lega.

Mataku teralih fokusnya kepada dua sosok beda gender yang berdiri agak jauh di belakang papa, mungkin karena melihatku memandang mereka, mereka berdua berjalan mendekati tempat tidurku.

"Kak Andre? Jessica. .?" ucapku menyebut namanya.

Tangisan Jessica pecah melihat kondisiku, ia kemudian memalingkan wajahnya kearah kak Andre sebelum kak Andre merangkulnya. Hmm. . sudah baikkan rupanya. .!

"Loe kenapa, Jess. .?" tanyaku kemudian.

"Gu. .gue ngerasa bersalah, Mell! nggak seharusnya gue ngomong kasar dan bentak loe di depan anak – anak dulu, gue jambak rambut loe sampe rontok-- gue. . gue bukan sahabat yang baik."

Aku tersenyum seraya meraih tangannya, "Loe akan tetap menjadi bagian hidup gue, Jess. Apapun yang telah kita lewati entah itu pahit, manis ataupun menyakitkan, loe akan selalu menjadi sahabat terbaik gue."

Aku kemudian mengalihkan pandanganku kepada si iseng menyebalkan yang teramat sangat kurindukan, "Bisa pulang juga? aku kira udah lupa sama negara asal-- aku bahkan punya rencana ketemu sama mentri luar negeri untuk ngelarang kakak balik lagi ke Indonesia!" gerutuku berpura – pura memarahinya.

"Jangan marah – marah napa, ntar jadi makin pendek baru tahu rasa!" umpat kak Andre menyumpahi.

"Ihh. ." erangku geram.

Valentine Flower In December✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang