Semua telah usai, segala cerita telah mengemas rapi dirinya. Satu per satu dari mereka telah masuk ke dalam peti dan tak lagi akan terjamah. Sesal juga tengah mempersiapkan diri, akan menetap dan menemani segala hari.
Kali ini, bohong telah aku pilih sebagai cara melepas dan melupakanmu. Aku lebih memilih pergi sedang hati merintih di siksa pedih. Lebih memilih ketidaksanggupan sebagai teman terdekat, lalu menghilang tak melekat. Melayang terbang ke udara, lalu memudar tak tentu arah. Mencoba bergabung tapi malah berkabung, mencoba membaur tapi malah terpeluk hancur, memaksa agar bisa pada keadaan yang tidak biasa. Aneh, senyap, pengap, dingin dan sepi saat memaksa kaki berjalan membelakangi dirimu serta segala ketulusan hatimu.
Ini aku, si pengecut penolak bahagia. Ini aku, si pecundang yang kejam tiada tara. Memikul kesalahan sendiri hingga mati terhimpit sesal. Terkubur tanpa batu nisan dan taburan kembang wewangian.
Melepas dan melupakanmu ternyata hanyalah perihal bodoh serta sia-sia. Aku tidak sanggup sendiri tapi malah memaki bahagia untuk ikut bersama.
Melepas dan melupakanmu ternyata hanyalah perihal membunuh diri dan melenyapkan kehidupan beserta angan. Aku kalah, mati sebagai seorang yang terkutuk, tak tertulis sejarah dan tak terkenang kenangan yang sewaktu-waktu bisa bicara.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Adalah Perang
Poetry"Akan ada saatnya dimana kita bisa memilih dan sedia menerima pilihan. Sebab cita-cita cinta hanya bisa di usahakan, tanpa bisa di paksakan. Akan ada saatnya dimana aku kembali lagi bersama diriku sendiri. Sebab setelah jauh mengikuti langkahmu, aku...