Pernah suatu waktu, saat kita hendak pergi liburan. Kali itu rute perjalanannya lumayan jauh, tapi seberapapun jauhnya jika tetap bersama tentu akan terasa begitu berharga, bukan?.
Saat kita sedang menunggu jadwal keberengkatan di bandara. Aku lihat wajahmu cukup tegang, entah apa gerangan. Tiap kali aku bertanya, kau jawab tidak ada apa-apa. Aku juga sempat cemas melihat wajahmu, khwatir kalau akan terjadi apa-apa padamu.
Aku juga sempat bingung, ada apa denganmu? Apakah hari ini rambutku terlalu kusut? Atau kumisku belum terpotong rapi? Atau bulu hidungku terlalu panjang keluar, hingga kau malu?.
Pemberitahuan dari petugas keluar. Aku bergegas mengambil barang, mengajakmu siap-siap tapi kau tetap diam.
"Sebenarnya aku takut naik pesawat" katamu dengan wajah cemas hendak menangis.
Aku sempat menahan tawa, tapi tidak mungkin aku lekas tertawa di depanmu.
Sebagai seorang lelaki tentu aku harus mampu menenangkan wanitanya, "Sudah tidak masalah, pesawat ini baik. Ban nya nggak bocor kok. Jadi, tidak akan jatuh".
Kau terlihat sebal.Kita melangkah dan duduk di bangku pesawat. Kau disebelahku, wajah was-wasmu masih terlihat jelas.
Saat pesawat take off, kau menggenggam kuat tanganku. Sakit rasanya, lalu aku menenangkan "Sudah tidak apa-apa".
7 menit awal dalam dunia penerbangan memang sangat berbahaya. Hampir 80% kecalakaan terjadi disana. Orang-orang menamainya Critical Eleven. Tapi untuk apa kita memikirkan? Bukankah semua kita juga akan kembali? Hanya saja waktu dan cara yang berbeda-beda.
Aku tersenyum. Perlahan aku mulai menggenggam tanganmu dengan kuat. Mataku memejam, cuma masih bisa menatap wajamu di sebelahku.
"Kau takut juga?".
"Tidak" jawabku.
"Cukup aku saja yang takut naik pesawat, kamu jangan" Ujarmu.
"Iya".
"Lalu ada apa?" tanyamu.
Aku membuka mata dan tersenyum.
"Kau menggenggam tanganku karena takut ketinggian. Sedang aku menggenggam tangan mu karena takut kehilangan".
Kau tersenyum lembut. Kondisi mulai normal. Aku bercerita sepanjang perjalanan, membuang semua ketakukanmu. Sebab aku tak ingin ketakutan mencampuri kebahagiaan kita kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Adalah Perang
Poésie"Akan ada saatnya dimana kita bisa memilih dan sedia menerima pilihan. Sebab cita-cita cinta hanya bisa di usahakan, tanpa bisa di paksakan. Akan ada saatnya dimana aku kembali lagi bersama diriku sendiri. Sebab setelah jauh mengikuti langkahmu, aku...