Demikian yang Kita Mau

214 7 4
                                    

Akan ada saatnya dimana kita secara naif dan diam-diam mengajak kenangan berkelana di setiap malam. Malu di ketahui dan enggan di tertawai. Bersama kenangan, menikmati segala detail kejadian yang pernah terlewati. Menggiring beberapa kegembiraan kembali berkumpul, seraya bergabung dengan sepi. Sepertinya itulah yang aku dan kau mau. Dengan segala keangkuhan, kita berkata bahwa kita sama-sama tidak lagi membutuhi. Pada kenyataannya, kau terpuruk tanpaku dan aku terbenam tanpamu.

Yang orang tahu, pertemuan itu menggembirakan. Bisa berkenalan, mendapat teman baru dan jatuh cinta. Jarang dari mereka yang mengetahui bahwa pertemuan adalah sebuah perkara kepedihan yang bersembunyi diantara kesenangan.

Dan..
Siapa sangka, dahulu kita adalah orang yang sangat menikmati pertemuan. Tidak pernah ada detik yang kosong tanpa kebahagiaan. Lalu sekarang, kita menjadi dua manusia yang berjalan beda arah. Mendahulukan ego, meninggikan keangkuhan. Bukan begitu? Kita tinggalkan segala hal yang membuat kita nyaman, kita lepas rengkuhan tangan, kita tutup mata dan berkata "aku tak pantas menatap matamu". Begitu naifnya.

Puncaknya, kita sama-sama menderita. Sama-sama memeluk ketiadaan. Sama-sama berkata baik-baik saja, padahal kita rapuh saat tidak berdua. Kita hancur ketika mencoba meniadakan dan terkubur saat tidak saling menyapa. Cinta itu baik, hanya kita saja yang mengejamkannya.

Sekarang..
Tidak ada yang di sesali, sebab kita telah memilih. Engkaupun dengan tegas mengatakan takkan kembali, akupun demikian. Sungguh, aku benar-benar benci keadaan sekarang. Namun aku tidak akan menyesal pernah berdua dan jatuh cinta padamu.

Mencintaimu Adalah PerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang