Suatu malam kami sedang duduk-duduk di pos kambling dekat pohon jambu. Ruangan berukuran 3 x 3 meter persegi itu lumayan sesak oleh orang-orang kesepian, termasuk aku. Tidak menangkap maling atau sejenisnya, malam itu kami hanya akan merangkap bual-bual kisah masa lalu.
Di atas meja ada tumpukan batu domino yang berserak, sebab tak aku susun karena aku suka kerumitan, merindukanmu misalnya. Di sebelah batu domino itu ada tumpukan abu rokok. Rokoknya habis, akunya belum mati. Diatas loteng, ada lampu berdaya 9 Watt menggantung bebas, lalu laron-laron berterbangan menunggu kematian. Aku rasa cerita malam ini akan semarak. Tidak perlu lagi membeli kembang api lalu meledakkannya di dalam kepalamu
Tengah malam. Salah satu dari kami membuka percakapan. Tentu aku sudah bosan mendengarnya, bagiku semuanya hanya perihal kebohongan yang di buat semakin bohong.
"Aku pernah berusaha mengambil berlian di dasar laut. Dalam sekali, sampai-sampai bisa menembus lapisan bumi" katanya sambil membentulkan posisi duduk.
"Hanya itu?" Jawab yang lain.
"Aku pernah berusaha mendaki gunung yang sedang erupsi untuk memetik Edelweis di taman tepi anak sungai itu. Istriku sedang ngidam, harusnya dituruti". Kata yang satu lagi. (Hey, Edelweis bukan untuk dipetik!)Aku hanya menyimak sambil berbaring. Tidak meremehkan, tapi bagiku semuanya hanya bualan. Bosan. Ada yang menyelam, ada yang mendaki, apa tidak sekalian ada berjualan nasi tumpeng ditengah padang oase? Atau seorang buta huruf yang sedang pura-pura membaca di perpustakaan, lalu menafsirkan isi bacaan pada kekasihnya?.
Bukankah semuanya bualan, kasih?
Sementara dibanding aku. Aku yang masih risau kalau-kalau hujan turun saat kita telah janjian untuk ketemu di warung sate?.
Aku yang masih risau jik tidak mendengar kabarmu sehari saja.
Sementara aku yang hanya bisa memberimu puisi tanpa kata-kata, karena aku adalah jelmaan puisi untuk dirimu sendiri.Aku ini tidak sombong. Mereka boleh pergi kemana saja, melakukan apa saja untuk kekasihnya. Tapi untukmu, aku hanya perlu ada, kasih. Mencintaimu tanpa ujung, merindumu tanpa lelah, berbahagia denganmu seumur hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Adalah Perang
Poetry"Akan ada saatnya dimana kita bisa memilih dan sedia menerima pilihan. Sebab cita-cita cinta hanya bisa di usahakan, tanpa bisa di paksakan. Akan ada saatnya dimana aku kembali lagi bersama diriku sendiri. Sebab setelah jauh mengikuti langkahmu, aku...