Epilog

4.7K 540 41
                                    

Play the song on media to make you feel deeper:)




Kai berkali-kali melirik jam tangannya dengan gelisah. Sedari tadi, ia tidak benar-benar mendengarkan apa yang Cindi ceritakan padanya. Meskipun raga laki-laki itu di rumah Cindi, tapi, pikirannya tidak di sini seutuhnya. Pikiran laki-laki itu tertinggal hampir semuanya di Kinan.

"Kai, menurut kamu gimana?"

"Apanya?"

Cindi menoleh sambil menajamkan pandangannya. "Kamu nggak dengerin aku?"

"Maaf Cin, tadi gue—"

"Kinan lagi?!"

Kai tersentak dengan pertanyaan Cindi. Dan ia sendiri tidak tahu harus menjawab atau menjelaskan apa sekarang. Entah keberapa kalinya ia tertangkap melamun karena sedang memikirkan orang yang sama.

"Kai, kalo memang kamu nggak bisa lepas dari dia, kalo memang kamu nggak bisa sama aku, nggak papa. Kamu jangan maksain sebelum aku makin terluka."

Sekarang Kai merasakan dadanya sakit. Cindi bukan pelariannya. Dia memang menyukai gadis itu pada pandangan pertama. Tapi, nyatanya perasaan laki-laki itu pada Kinan belum berubah. Dia masih selalu menjadikannya prioritas pertama dibanding apa pun.

"Padahal handphone kamu udah aku simpan, udah aku matiin pula. Berharap Kinan nggak akan ganggu waktu kebersamaan kita sekarang."

"Cin, maafin gue."

Cindi menggeleng cepat. "Ini." Gadis itu memberikan handphone Kai yang sedari tadi disimpannya. "Padahal kamu udah pesanin dia ojek online tadi, kamu udah cium kening dia juga tadi. Tapi, khawatir kamu sama dia gak hilang sampai sekarang." Kini, mata gadis itu mulai berair.

Kai cepat-cepat mengambil handphone dan menyalakannya. Baru saja handphone-nya menyala, langsung ada panggilan masuk dari Baekhyun.

"Oh, kenapa Baek?"

"Nggak. Gua nggak sama Kinan, gua masih di rumah Cindi."

"Iya handphone gua baru nyala, Baek."

"Lah lu ke mana aja kok nggak angkat telepon dia? Terus dia di mana sekarang? Coba lu telepon lagi dia. Gua takut dia kenapa-napa."

"Iya, iya, gua nanti susul langsung ke apartemennya. Pokoknya lu coba hubungi dia dulu dan ke apartemennya duluan."

"Oke."

Kai memutuskan sambungan telepon lalu menenangkan rasa gelisahnya sendiri. Saat dia menatap Cindi yang masih menonton TV, perasaannya tiba-tiba menciut. Rasa sakit menjalar ke setiap inci hatinya, membuat dadanya ikut merasakan nyeri.

Mata Cindi masih fokus ke arah TV. Tapi lensa matanya berkaca-kaca. Dan seketika itu, Kai merasakan sakit serupa. Tiba-tiba ia merasa apa yang dilakukannya saat ini benar-benar salah.

"Nggak papa kalo mau pergi." Ujar gadis itu tiba-tiba.

"Lo Cin..."

"Aku tau, sampai kapan pun aku berusaha, Kinan bakal tetap jadi prioritas kamu, kan? Jadi aku nggak akan berusaha nahan-nahan kamu lagi. Aku nggak layak dibandingkan sama Kinan. Aku kalah telak, Kai."

Deg.

Dada Kai kembali berdebum keras, seperti terhempas batu besar.

Pikirannya kembali rumit, membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Tapi, setelah berpikir cukup lama, Kai akhirnya memutuskan sesuatu.

Cool Couple [OSH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang