16 - sechzehn

25.9K 1.4K 7
                                    

LEA's POV

Malem minggu gue sepi seperti biasanya. Satu – satunya kegiatan gue adalah nge-skype fams.

"Kok tumben gak baca novel, sayang?" tanya Bunda.

Gimana mau baca Bun, orang kacamata Lea dipecahin sama tu orang paling anjing? Tapi gue gak mungkin ngomong gituan ke bunda karena bunda itu panikan parah. Tenang Lea. Lo ga boleh ikut panik. Bohong dikit sama Bunda gapapa kan? Lagian ini untuk kebaikan kok. Gue gak mau bikin bunda khawatir tentang kacamata gue yang diinjek Dio sampe pecah. Apalagi soal gue sama Dio yang super complicated. Eh ralat, bukan gue sama Dio karena pada intinya semua ini bukan tentang kita, tapi tentang kebodohan gue yang udah berani suka Dio.

"Itu Bun, stok novelnya abis. Mau beli lagi tapi belum ada judul yang pas."

Bunda ngangguk - ngangguk pelan.

"Ayah sama Attar kemana Bun?"

"Lagi cari makan."

"Loh Bunda nggak masak?"

"Enggak. Bunda lagi flu berat, badan bunda rasanya nggak enak."

"Bunda sakit? kenapa nggak ke dokter?"

"Udah sayang, tadi siang Bunda udah ke rumah sakit. Makanya Bunda disuruh istirahat."

"Yaudah kalo gitu Bunda istirahat gih. Kok malah skype-an sama Lea?"

"Iya iya, anak Bunda yang bawel banget ini. Good night!"

"Good night Bun!"

Huh, sampe kapan nih gue mau jadi pembohong? Gue gak biasanya nutupin sesuatu dari Bunda. Gue selalu cerita apapun dari a sampe z. Tapi kali ini... gue bukannya mau nutupin dari Bunda, apalagi bohong kayak tadi. Tapi buat ngulang dan menceritakan setiap kejadiaan terlalu menyakitkan. Gue gak mau keinget perkataan Dio waktu itu. Perkataan dia yang udah bikin gue hancur sepenuhnya dan mutusin untuk ngehilangin rasa ini. Muvon. Gue harus cepet muvon.

Oke. Gue harus tidur karena gak ada lagi yang bisa gue lakuin. Gue gak bisa baca novel atau nonton film karena mata gue ngeblur setiap ngeliat apapun. Semua dihadapan gue jadi burem gak jelas.

Gak sampe semenit nutup mata, handphone gue bunyi.

Gue kedip – kedipin mata, berusaha ngebaca nama di layar handphone, tapi percuma. Yang gue lihat Cuma sederetan angka warna abu – abu.

"Halo?" gue bangun dari posisi tidur dan duduk di tepi ranjang.

"Athalea?" 

Athalea? siapa yang manggil gue kayak gini? pikir Le, pikir! Kenali suaranya.

"Iya. Maaf, ini siapa?" gue gagal nginget suara itu.

"Ini Tante Anya, mamanya Dio."

Hah sumpah?! Kenapa sih lagi - lagi orang itu? Kenapa hidup gue harus selalu runyam gara - gara satu orang bernama Dio? Tarik napas... buang. Tarik napas.... Buang. Lo mesti tenang, Le.

"I..Iya tan..te. ada apa?"

"Besok pagi bisa ketemu sama tante?"

"B..besok tante?"

"Iya. Bisa kan? Nanti tante yang jemput."

"Hah?!" gue panic. Gimana bisa nyokapnya Dio mau ke kos gue? Dia tahu dari mana coba nomer telefon sama alamat kos gue? Huh kalo ini mah gue tau pasti kerjaan Bu Yeni. Melanggar hukum gak sih kalo ngasih data pribadi seseorang ke orang lain? Gue cuma mau satu hal kok : menjauh dari Dio. Dengan begitu gue bakal lebih gampang buat muvon. tapi kenapa justru banyak hal yang mempertemukan kita? dipikir enak apa?

VIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang