"Alamat dapet pajak jadian ini mah."
Mereka --Lea dan Rayyan-- menoleh. Ada laki-laki paruh baya tengah meregang-regangkan ototnya, pegal terlalu lama tidur di sofa.
Lea membulatkan mata. Papa?!
"Papa kok ada disini?" tanya Lea setengah kaget.
Rayyan membisu. Ketauan macarin anak orang, gini ya rasanya.
"Dari tadi Papa disana," Adnan menunjuk sofa yang ada dibalik tirai. Lea tak sanggup bernapas, berarti denger semuanya dong?
"Lagi enak-enak tidur, eh kebangun. Pas bangun, ada yang lagi cinta-cintaan! Mata yang tadi nya berat, jadi nge-jreng seketika!"
Lea memutar bola matanya, "Mulai deh."
Rayyan masih diam bagai menjadi patung. Tidak ada kata apapun yang keluar dari mulutnya. Lupa caranya ngomong!
"O-om?" Akhirnya Rayyan berhasil menyapa. Walau kini keringat dingin tengah muncul didahi nya.
Adnan menoleh, "Iya Ray?" mata pecicilannya menangkap setetes keringat di dahi cowok itu. Membuat sebuah ide tiba-tiba muncul di otaknya. "Itu kenapa keringetan? Nahan ee?"
Jleb! Rayyan meringis dalam hati, untung calon mertua!
Lea menahan tawanya, melihat raut lelah Rayyan akibat tebakan gila Papa nya. Mampus.
"Euh.. E-enggak Om," Rayyan menarik napas, "Gak papa 'kan? Saya macarin anak Om?"
"Gak papa kok! Gak papa banget malah!"
Rayyan tersenyum ramah, seneng banget ya punya menantu kaya gua?
"Tau gak?" Adnan berjalan mendekati Rayyan. Cowok itu menggeleng bingung, sebagai jawaban tidak tau.
"Kamu itu pacar pertamanya Lea! Gila ya, udah segede gini baru pertama pacaran!" bisik Adnan. Tapi entah sengaja atau tidak, bisikan itu bahkan terdengar jelas oleh Lea. Membuat gadis itu kini mencibir kesal.
"Pah, udah deh!" rengek Lea lantang. Pacar pertama kan, bukan berarti cinta pertama!
•••
Seza memejamkan matanya di kursi besi yang ditempatkan di tengah taman belakang rumah sakit. Menghirup napas sebanyak-banyaknya, memberi sedikit kebebasan pada hati yang tadi sempat terasa sesak entah karena apa. Hati dan otak saat ini sedang perang dalam tubuh lusuh itu. Bagaimana hatinya terasa begitu khawatir, tapi otaknya berteriak dengan keras untuk jangan peduli. Bagaimana sebuah rasa terus menarik dia untuk mendekat, tapi logikanya dengan kuat berkata agar tetap menjauh, mengabaikan segala rasa yang memang sejak awal tidak pernah ia dengarkan. Seza, laki-laki itu menghela napas nya kasar. Ia benci ini. Saat dia ingin menoleh, bahkan berbalik, tapi sisi lain tubuhnya menyuruh nya untuk terus berjalan. Dan anehnya, yang dia turuti malah ego nya yang bahkan tidak pernah memberi sedikitpun kehangatan.
Drrttt..drtttt..
Getaran dari handphone di sakunya, membuat segala pikiran cowok itu buyar seketika. Ia merogoh saku celana SMA nya, membuka sebuah chat dari LINE.
Randyalmunghi
Gitu ya, sekarangRandyalmughni
Bolos ga ajak-ajak!Randyalmughni
LU PIKIR OTAK GUA KUAT NAMPUNG RUMIT NYA FISIKA?!Pesan itu membuat Seza mendengus kecil, juga tersenyum diwaktu bersamaan. Jarinya mulai menari di atas layar handphone.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Stay Away?
Teen Fiction"Salah gue cinta sama lo? gue bahkan gak tau, sejak kapan perasaan itu ada. Gua bahkan gak ngerti, kenapa gue bisa cinta sama lo. Gue bahkan gak pernah sadar, kalo gue takut kehilangan lo!" [Alea Afsheen Nindya] "Gue kira, gue gak suka dia. Tapi ter...