Sepi menyambut kembali. Ia menarik langkah pelan menuju kamar sederhana yang selama ini selalu menjadi tujuan pertamanya kala kembali. Rayyan melemparkan tasnya asal ke atas sofa. Ingin sekali rasanya ikut menghempaskan tubuh kesana, melepas penat diatas empuknya busa sofa. Namun, walaupun raga ingin, entah kenapa sebuah rasa tak pernah mengizinkannya. Ia terus mengacu langkah Rayyan menuju kamar yang akhir-akhir ini selalu menjadi tujuan utamanya.
Perlahan ia buka knop pintu yang terasa menyengat dingin. Melongokkan kepala ke dalam. Lalu bergeming di tempat.
Kosong.
Tidak ada siapapun di dalam. Tidak ada sosok yang biasa berbaring disana saat ia pulang. Tidak ada sosok yang biasa menghilangkan penatnya saat ia pulang. Dengan cepat Rayyan masuk ke dalam. Berusaha mencari di setiap sudut ruangan. Tau-tau Afra sedang berada di dalam kamar mandi, 'kan? Bisa saja.
Tok... Tok... Tok...
"Fra?" ucap Rayyan, saat pintu toilet ia ketuk.
Tidak ada jawaban.
Cepat Rayyan membuka knop pintunya. Sekedar memastikan, benarkah tidak ada siapapun di dalam?
Lengang. benar-benar tidak ada siapapun.
Ia kembali berlari keluar kamar dengan dengusan resah yang menyiratkan gelisah. Ada gusar yang begitu menjalar dalam dada. Ada risau yang entah datang karena apa. Ada cemas yang memacu jantung berdegup cepat. Ah, gila! Kenapa dia harus sekhawatir ini, sih? Rayyan menyeret langkah nya untuk mencari Afra disetiap ruangan yang ada. Ia berlari ke dapur, ke balkon, ke kamar-kamar, ke segala ruangan! Tapi hasilnya nihil. Tidak ada Afra dimanapun. Akhirnya Rayyan kalut sendiri, hingga rambut yang ia acak menjadi pelampiasan atas gemuruh yang ia rasa.
Secepat kilat Rayyan merogoh handphone di saku celananya. Mencari beberapa kontak lalu memanggilnya. Dari mulai kontak Afra, yang sama sekali tidak mendapat jawaban, bahkan menyambung saja tidak. Kemudian ayah Rayyan, ia harus menunggu beberapa detik sebelum akhirnya tersambung ke seberang sana.
"Pah," sergahnya cepat, "Papa tau Afra dimana?"
"Bukannya di rumah?"
"Gak ada, Pah!"
"Lagi keluar mungkin, kamu tenang dulu. Jangan terlalu khawatir."
Rayyan berdecak, lalu mendengus kasar, "gak mungkin Pah! Tadi pagi Afra lagi sakit. Gak mungkin dia kuat jalan-jalan keluar. Rayyan juga gak ngizinin dia buat keluar rumah, jadi gak mungkin."
"Kamu sudah cari di rumah? Setiap ruangan?"
"Udah!"
Rivan diam sebentar di seberang sana. Berpikir keras, bagaimana bisa Afra menghilang dari rumah?
"Waktu berangkat, rumah kamu kunci?"
Rayyan diam. Berpikir sesaat. "Enggak," sahutnya pelan.
Rivan mendengus disana, "Papa yakin kamu tau--"
"Udah dulu Pah!"
Ia mematikan sambungan sepihak. Rayyan sepertinya tau dimana Afra. Ia segera menarik langkah cepat ke luar rumah. Berniat mencari Afra dimanapun ia bisa. Afra tidak boleh pergi. Afra tidak boleh jauh. Afra tidak boleh hilang.
Namun, baru selangkah ia keluar, pergerakannya tiba-tiba terhenti kala maniknya menangkap sosok yang begitu menciptakan rindu luar biasa. Ia membeku ditempat. Merasakan bendungan tercipta di pelupuknya. Tubuhnya bergetar pelan. Tak kuasa melakukan pergerakan.
Tuhan... Rayyan merindukannya.
. . .
Isakan menjadi bukti dari tangis yang paling mengiris. Lea benar-benar membeku. Mematung. Tertegun tak percaya. Bergetar hebat kala raga di depannya setia terpejam dalam sunyi yang paling bisu. Sesak melingkupi dada saat wajah pucat nan damai itu mencabik jiwanya. Luka semakin menggebu disana. Lea menggeleng tak terima! Seza telah berjanji untuk bertahan, lalu bagaimana bisa ia pergi meninggalkan? Sungguh, ada denyut yang paling sakit dalam dada. Ada sesak yang paling pengap mengoyak jiwa. Tolong, siapapun, katakan pada Lea, bahwa Seza nya baik-baik saja! Yakinkan ia, bahwa Seza tak mungkin mengingkari janjinya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Stay Away?
Teen Fiction"Salah gue cinta sama lo? gue bahkan gak tau, sejak kapan perasaan itu ada. Gua bahkan gak ngerti, kenapa gue bisa cinta sama lo. Gue bahkan gak pernah sadar, kalo gue takut kehilangan lo!" [Alea Afsheen Nindya] "Gue kira, gue gak suka dia. Tapi ter...