- Ini bukan tentang melupakan. Namun tentang sebuah keberanian melepaskan, untuk kembali menemukan -
•••
"Terus, terus! Sampe lu keluar!" Seza terus memerintah daritadi, membuat Rayyan yang berada disamping nya harus memutar bola mata berulang kali. Jengah dengan ketidaksabaran Seza.
"Punya bibir kok bawel banget nyet?" Rayyan melirik Seza dengan tatapan kesal. Yang hanya direspon dengan wajah datar khas seorang Seza.
"Bibir-bibir gua, kok lu yang repot."
Rayyan mendengus samar, enggan untuk merespon bacotan bodoh bibir Seza. Ia lebih memilih untuk tetap fokus pada monitor yang menampilkan rekaman CCTV gerbang sekolah.
"Nah!"
Kedua cowok itu meningkatkan ketajaman matanya ke monitor, tepat saat Rayyan keluar. Mereka telah mengambil kesimpulan; siswa-siswi atau siapapun itu, yang keluar sesudah Rayyan, dapat dicurigai sebagai pelaku pengurungan Lea!
"Dayra, Rani, Hafsah," Seza mengumamkan nama siswi yang ia lihat."Rian, Arkan, Rafi, Fajar," cowok itu semakin bingung menebak pelakunya, "Dara, Sandra,"
"Kok gua pada gak kenal?"
"Lu kan murid baru, bego!"
"Oh, iya."
Keduanya masih setia menatap monitor. Lalu sontak membulatkan mata, melihat segerombolan siswa keluar dari gerbang.
Rayyan menganga, "Za?"
"Hah?" Seza jelas sama terkejutnya dengan Rayyan. Bagaimana caranya mencurigai orang sebanyak ini?
"Lu yakin mau meng-introgasi orang sebanyak ini?" Rayyan menoleh, "Gua gak yakin berhasil."
Seza membuang napas kasar, menyandarkan punggung ke kursi, lalu mengacak rambutnya. "Gak guna anjir!"
•••
Lea menyusuri koridor dengan malas. Jika itu soal sekolah, dia memang selalu jadi yang paling malas. Mata gadis itu menyapu lapangan sekolah, melihat para siswa laki-laki berlari memperebutkan bola. Entah kenapa pemandangan itu selalu berhasil membuat dia setidaknya sedikit bergairah setiap pagi.
Lea mendengus kecil, entah apa yang membuat otaknya tiba-tiba bertanya; siapa orang yang kemarin mengurungnya? Jujur saja, Lea memang penasaran dengan itu. Bukan pelakunya. Tapi lebih ingin tau, alasan kenapa orang itu mengurung Lea. Tapi rasanya, itu hanya akan memperkeruh keadaan. Jadi, Lea memilih untuk melupakannya, menghapus kejadian itu dari ingatannya.
Lea terus berjalan dengan senyum kecil di bibirnya. Sampai sebuah suara bass memanggil namanya dari belakang. Membuat gadis itu reflek membalikkan badan.
Lea tertegun. Melihat Rayyan dan Seza kini berada di hadapannya. Lebih tepatnya, sosok Seza lah yang membuatnya terpaku. Mata yang sudah lama tidak menemukan sesuatu yang membuat jantung nya berdebar, kini terjatuh pada bola mata hitam sang Aldebaran. Lea menahan napasnya, ia rindu mata itu. Kontak mata yang terjadi seperkian detik itu mengundang luka hebat di hati Rayyan. Cowok itu memalingkan wajah, enggan melihat sesuatu yang menyayat hatinya dengan hebat. Memilih untuk menahan sakitnya sendirian, karena ia tak berhak memutuskan kontak itu, apalagi melarang Lea untuk menatap Seza. Tangannya mengepal hebat, menahan emosi yang bisa saja tersalurkan disana. Tapi sekali lagi, logika Rayyan berteriak; LU GAK PUNYA HAK! Cowok itu hanya mampu membuang napas berat, berusaha melepaskan sesuatu yang membuat dadanya terasa sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Stay Away?
Teen Fiction"Salah gue cinta sama lo? gue bahkan gak tau, sejak kapan perasaan itu ada. Gua bahkan gak ngerti, kenapa gue bisa cinta sama lo. Gue bahkan gak pernah sadar, kalo gue takut kehilangan lo!" [Alea Afsheen Nindya] "Gue kira, gue gak suka dia. Tapi ter...