33. Melepaskan

9.3K 503 87
                                    

“Terimakasih telah menciptakan tawa, walau mungkin yang aku torehkan hanya luka”- Alea Afsheen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Terimakasih telah menciptakan tawa, walau mungkin yang aku torehkan hanya luka”
- Alea Afsheen


"Mau ngapain Ray?" Lea mendongak pada Rayyan saat mereka sampai di  pinggir lapangan basket.

"Temenin gue main," Rayyan melangkah menuju tengah lapang, mengambil bola berwarna orange, lalu memainkannya.

Lea menghembuskan napas pelan, sebelum akhirnya menarik tubuhnya untuk duduk lesehan disana.

"Sini main!"

Lea menggeleng pelan, "enggak ah."

Rayyan mengernyit, "kenapa?"

"Aku ngontrol bola pake kaki, bukan pake tangan."

"Oh," Rayyan mengangguk paham. Ia kecewa. Tapi sekarang bukan saatnya untuk berdebat.

Rayyan ingin sekali bermain basket dengan Lea. Ia ingin mengukir kenangan yang mampu ia ciptakan hari ini. Keinginan Rayyan tidak lebih, ia hanya ingin bahagia bersama Lea hari ini. Tapi jika Lea memang tak ingin berusaha menyukai hobby nya, tidak masalah. Ia tetap mencintainya.

"Yaudah, kita main bola aja, gak usah main basket."

Lea mengangkat sebelah alis nya, "emang bisa?"

"Kenapa harus gak bisa?"

Lea tersenyum menantang. Ia bangkit  menghampiri Rayyan. Mengambil alih bola basket yang disulap menjadi bola sepak. Lea memainkannya dengan lihai, sampai Rayyan sedikit tercengang melihat gerakan Lea. Kadang-kadang Rayyan berpikir, sebenarnya pacar nya ini benar wanita, atau wanita jelmaan pria?

Permainan berjalan dengan tidak seimbang. Sudah jelas. Atlit basket dipaksa main bola, bayangkan saja bagaimana jadinya.

. . .

"Lu gak cape nangis terus?"

Randy tak henti-hentinya menatap Zahra yang masih saja meneteskan air mata di hadapannya. Ia tak bosan untuk menunggu Zahra. Bahkan tatapan aneh dari orang-orang yang melewati taman tak sedikitpun ia pedulikan. Entah sudah berapa menit mereka duduk di kursi taman. Dan Zahra masih belum menghentikan tangis nya.

"Gue takut, Ren."

"Takut Seza benci sama lo?" tanya Randy hati-hati. Bohong jika Randy berkata ia tidak sakit hati saat mengajukan pertanyaan itu.

Ia sudah terbiasa seperti ini. Berpura-pura biasa saja, padahal hatinya terluka. Bahkan Seza pun tak bisa menyadari perasaan Randy, karena ia cukup lihai dalam urusan mencintai dalam diam.

"Bukan!" seru Zahra keras. Menyanggah mentah-mentah asumsi Randy.

"Terus kenapa?"

Why Stay Away?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang