- Sebuah luka akan terlalu menyakitkan jika kau menyimpannya sendirian -
. . .
"Afra?"
"Rayyan?"
Rayyan berdehem pelan. Kikuk karena menyapa bersamaan.
Cowok itu menggaruk kepala, "lu.. Ngapain disini?"
Afra melipat bibirnya, berusaha menetralkan degupan jantung di dalam sana, "kamu juga, ngapain ada disini?"
"Yeu, ditanya malah balik nanya."
Afra melirik kanan kiri kikuk, gadis itu menggigit bibir bawahnya, terus menunduk tak mengizinkan Rayyan untuk melihat wajah kusutnya.
"Kirain aku, yang tau tempat ini cuma aku doang."
Rayyan mengangkat kedua bahunya, "gua juga kaget, pas tau lu ada disini," cowok itu melirik Afra, "Gua kira cuma gua yang tau tempat ini."
Afra menghela napas kecil, bingung untuk mengatakan apalagi. Tubuhnya terasa kaku berada di dekat Rayyan, laki-laki yang menjadi alasan kenapa ia datang kesini bersama airmata nya.
"Y-yaudah, aku dulan ya."
Afra baru saja akan melangkah saat Rayyan menahan pergelangan tangannya, membuat Afra reflek menoleh ke arah Rayyan, sehingga mata kemerahannya dapat terlihat dengan jelas oleh Rayyan.
"Lu abis nangis?"
Afra tersentak. Ia buru-buru menundukkan wajahnya lagi, membuat Rayyan harus mengangkat dagu gadis itu, hingga wajah mereka berpapasan. Tatapan mereka terkunci. Ada desiran hebat mengalir di sekujur tubuh Afra.
Gadis itu menelan saliva nya. Bergetar melihat bola mata kelam laki-laki yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta.
Rayyan setia menatap mata coklat milik Afra, menerawang ke dalamnya. Tapi tak sedikitpun ia temukan keburukan di matanya, yang ia temukan hanya mata penuh luka serta ketulusan yang terpancar disana.
"Jadi lu kesini kalo lagi sedih aja?" Rayyan melepaskan tangannya dari dagu Afra.
Afra kembali menunduk, sebagai jawaban atas pertanyaan Rayyan. Diamnya perempuan itu dapat diartikan sebagai jawaban 'iya.'
Rayyan tersenyum tipis, lalu menghembuskan napas kecil, matanya menatap lurus ke ujung cakrawala yang mulai tak dihiasi indahnya senja, "gua juga sama. Tapi udah lama gua gak kesini lagi, bukan karena gua selalu bahagia. Tapi karena, gua ngerasa masih kuat buat nahan semua luka yang ada. Gua ngerasa masih bisa nahan rindu gua sama Mama, gua ngerasa masih punya Papa, gua ngerasa gak sendirian. Tapi hari ini, Papa udah ngancurin semuanya. Papa ngancurin segala kepercayaan yang gua buat. Papa bikin gua ngerasa sendirian, seakan gua gak punya siapapun buat pulang."
Afra terdiam. Ia mendengarkan dengan baik segala yang diucapkan Rayyan, berusaha mengerti luka macam apa yang cowok itu rasakan. Rasa senang serta kehangatan menjalar di hatinya, ia merasa spesial, karena Rayyan dengan terbuka menceritakan kisah hidup dia padanya. Mata gadis itu tak bisa lepas dari siluet tegap tubuh Rayyan yang setia memandang entah kemana.
"Eh, maaf ya, kok gua jadi curhat gini sih," Rayyan terkekeh kecil. Bahkan nyaris terdengar seperti ratapan, bukan kekehan.
"Cerita aja, Ray," kata Afra lembut, "sebuah luka akan terlalu menyakitkan jika kamu menyimpannya sendirian."
Rayyan membenarkan dalam hati perkataan Afra itu. Gadis itu benar, menyimpan semua luka sendirian itu memang menciptakan sesak yang luar biasa.
"Gak papa?" Rayyan berbalik menatap Afra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Stay Away?
Teen Fiction"Salah gue cinta sama lo? gue bahkan gak tau, sejak kapan perasaan itu ada. Gua bahkan gak ngerti, kenapa gue bisa cinta sama lo. Gue bahkan gak pernah sadar, kalo gue takut kehilangan lo!" [Alea Afsheen Nindya] "Gue kira, gue gak suka dia. Tapi ter...