44. Sang Penikmat Malam

8.8K 427 33
                                    

- Jangan memaksa agar hati ini terbuka untukmu. Karena jika memang itu cinta, kamu pasti pasti bisa masuk, tanpa perlu aku buka itu. -

. . .

Rayyan diam dalam sepi yang paling bisu. Resah tak hentinya menyerang. Membuat ia harus mengetuk-ngetukan kaki sebagai penghilang kegundahan. Tarikan napas selalu terdengar gusar setiap kali detik berpacu dengan jam. Oh, ayolah, harusnya ia tidak selebay ini. Apa-apaan khawatir sampai seperti ini! Rayyan menghembuskan napas kasar. Rasanya bosan hanya melihat pemandangan rumah sakit dari tadi pagi. Ini bahkan rumah sakit yang sama dengan tempat Seza dirawat.

"Keluarga saudari Afra?" Rayyan sontak menoleh saat suara manis itu berhasil memecah keheningan yang ada.

Cowok itu segera beranjak menghampiri dokter perempuan berjilbab yang tengah berdiri di ambang pintu UGD, "iya dok?"

"Sebenarnya benturan apa yang pasien terima pada perut atasnya?"

Rayyan mengernyit, ia juga tidak tau kenapa Afra terus memegangi perutnya. Ia memilin bibirnya, berusaha menebak kenapa perut Afra seperti terlihat sangat sakit, "eemmm..."

"Berdasarkan hasil sinar-x juga beberapa pemeriksaan lainnya, kami menemukan satu tulang rusuk pasien patah dan menusuk paru-paru nya," Rayyan membulatkan mata, separah itu?! "Dan kami tidak bisa melakukan operasi untuk memperbaiki nya. Kami hanya akan memberikan obat pereda nyeri, dan obat yang bisa membantu untuk pemulihan tulang tersebut. Mungkin dalam waktu satu sampai dua bulan, tulang rusuk pasien bisa pulih kembali dan saat itu barulah kami akan melakukan operasi untuk memperbaiki paru-paru pasien yang terluka."

Rayyan mengangguk paham, "apa selama satu sampai dua bulan itu, dia harus dirawat disini?"

"Tidak harus, terapi bisa dilakukan di rumah, dan obat harus dikonsumsi secara teratur. Juga jangan melakukan kegiatan-kegiatan yang banyak menggerakan tubuh bagian atas, serta usahakan dada dan perut pasien tidak terkena tekanan yang dapat memperparah lukanya. Dan jika bisa, rutin melakukan terapi dengan es pada bagian dada atau perut pasien."

"Baik dok, saya akan usahakan yang terbaik untuk membuat dia cepat pulih, terimakasih."

Dokter manis itu mengangguk, "kamu ini... Siapanya pasien?"

Rayyan gelagapan, berusah mencari-cari jawaban untuk pertanyaan dokter itu, "euhh.. Saya kakaknya dok."

Dokter itu mengernyit, "kakak? Saya kira kalian seumuran."

Rayyan menggaruk tengkuknya salah tingkah, "euh.. Itu dok.. Kita.. Kita kembar. Tapi gak mirip, hehe."

Dokter itu mengangguk-anggukan kepalanya paham, "yasudah, temui saudara kamu sana. Nanti suster akan mengantarkan obat pereda nyeri nya."

"Baik dok, terimakasih."

Rayyan segera menarik langkahnya untuk masuk dan menghampiri Afra yang memejamkan mata dengan kerutan di alisnya. Balutan seragam putih abu masih melapisi tubuhnya. Sama hal nya dengan Rayyan. Ia terus menarik langkahnya, dengan mata yang tidak lepas dari wajah berkeringat milik Afra. Tampak betul bagaimana gadis itu merasakan sakit luar biasa yang menyerangnya.

"Fra?"

Perlahan mata itu terbuka, menatap lemah sosok Rayyan yang kini menatapnya dalam.

"Bilang sama gue, bokap lo apain lo?"

Afra diam. Tak mampu menjawab. Tak mampu bersuara.

Rayyan mendengus, "gua cuma pengen tau. Lu gak usah takut."

"Gak papa kok Ray.. Lagian, kayak gini udah sering kok, ini bukan pertama kalinya."

Rayyan mengernyit, "gak papa lu bilang? Tulang rusuk lu patah terus nusuk paru-paru, lu bilang gak papa? Gak usah pura-pura kuat. Kalo sakit, ngomong sakit! Lu gak boleh mendem semuanya sendirian aja, buat apa lu punya gue kalo lu gak mau berbagi luka sama gue?" ucap Rayyan berapi-api.

Why Stay Away?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang