34. Bukti Yang Tak Tersampaikan

8.8K 424 21
                                    

Cahaya indah bintang menaungi laki-laki yang kini tengah mengatur napas di dekat motor yang ia parkirkan di depan rumah yang dari tadi dipandangi. Ganasnya angin malam tak berhasil menyusup masuk menyentuh tubuh Seza yang terlindungi jaket hitam, membuat rasa gerah semakin menjadi akibat keringat yang bermunculan karena gugup. Seza menghembuskan napas berat, ia harus memulainya kembali. Ia harus berjuang kali ini.

Cowok itu mulai mengambil langkah mantap, untuk memasuki rumah yang sudah sedikit lama tidak ia kunjungi. Tangannya mengetuk pintu coklat rumah itu, lalu menunggu sebentar hingga pintu itu terbuka. Dan raut terkejut Lea segera tertampil disana. Ya, Seza sedang berada di depan rumah Lea, untuk memberikan sesuatu yang akan sulit diterima oleh gadis itu.

Seza berdehem kecil saat Lea hanya diam disana. Keterkejutannya membuat otaknya tak bisa mengirim perintah untuk melakukan pergerakan apapun saat ini.

"Ngapain?" tanya Lea akhirnya.

Seza mengernyit, "kok mata lo merah? Abis nangis?"

Lea buru-buru menunduk. Ia lupa jika matanya masih sembab gara-gara curhat pada mama tentang putusnya hubungan dia dengan Rayyan. Suka kelewat baper kalo curhat sama Mama.

Lea menggeleng dengan kepala yang masih menunduk, "enggak! Masuk dulu, Za."

Gadis itu membuka pintu lebih lebar, memberikan jalan agar Seza dapat menapakkan kaki di rumahnya. Ia sendiri sebenarnya aneh, kenapa Seza datang kesini? Mereka sudah terlalu jauh untuk dapat bersatu lagi. Setidaknya pemikiran Lea seperti itu.

"Duduk dulu."

"Gak usah disuruh juga gue pasti duduk," kata Seza sambil mendaratkan bokongnya di sofa empuk ruang tamu Lea.

Lea mendengus, bertepatan saat Rara --mama Lea-- datang kesana.

"Loh, Al tamunya?" masih ingat? Rara memang memanggil Seza dengan sebutan 'Al'

Seza bangkit, lalu segera mencium punggung tangan Rara, "hehe, iya Tan."

"Kemana aja kamu? Sombong, gak pernah main lagi kesini."

Seza terkekeh, "maaf Tan, akhir-akhir ini Seza sibuk banget."

Rara mengangguk-ngangguk mengerti. Ia beralih menatap Lea, "Le?"

"Hm?"

"Baru aja putus, udah ada yang mau ngapel lagi?" Lea sontak membulatkan mata, membuat senyum menggoda mama nya semakin terlihat jelas.

"Ish! Apaan sih, Ma," gadis itu dengan kuat mendorong mama nya agar pergi dari sana. Repot punya nyokap bibirnya terlampau ember.

Seza mengulum senyum nya dalam-dalam. Ia ingin tertawa, tapi rasanya tidak mungkin. Hingga susah payah ia menahan bibirnya agar tetap membentuk lekukan datar.

Lea mendengus samar, sebelum akhirnya duduk di sofa yang berhadapan dengan Seza.

"Ada apa?"

Seza celingukan ke atas meja. Hampir terlihat bego, "minumnya mana?"

Lea mendengus penuh amarah, "ribet! Buruan ngomong!"

"Abis putus sama Rayyan, jadi naik darah gitu, ya?"

Lea berdecak. Bahkan setelah menjauh cukup lama, Seza tetap saja menjadi sosok yang sama. Tidak ada canggung yang tercipta, walau jarak yang sempat membentang cukup nyata.

"Ayo dong Za! Mau ngapain lo kesini?"

"Oke oke, sekarang gue serius."

Lea menatap lurus ke arah Seza. Menunggu cowok itu membicarakan hal yang membuatnya harus repot-repot datang kesini.

Why Stay Away?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang