37. Mimpi Untuk Sang Garuda

9.5K 447 20
                                    

- We don't want to tell our dreams. We want to show them. -

- Cristiano Ronaldo

. . .

Dingin masih menusuk-nusuk kulit. Ingin sekali ia menarik selimut kembali. Tapi alarm yang dari tadi meronta-ronta membuatnya harus terusik. Perlahan mata nya terbuka, meraih ponsel yang berada tepat di atas nakas, lalu mematikan alarm yang rasanya begitu mengganggu. 05.30. Lea mendengus. Ia masih ingin memejamkan mata, lalu bermimpi hingga siang buta. Tapi kewajiban nya untuk sekolah, terpaksa merenggut kenikmatan yang tak bisa digantikan itu. Lea menghela napas, malas sekali untuk beranjak. Hingga berakhir dengan ia yang hanya memainkan ponsel nya, membuka-buka aplikasi instagram, hingga sebuah notifikasi membuatnya tercengang.

seza_aldebaran commented on your post.

Dengan gesit Lea membukanya. Dag di dug tiba-tiba menyerang. Oh, gila-gila!

seza_aldebaran deket-deket aja, gak usah jauh.

Lea tercekat. Tiba-tiba lupa caranya bernapas. Desiran hebat segera mendominasi tubuhnya, seiring dengan degupan jantung yang berdegup kian kencang. This is real?

Lea bangkit dari posisinya. Lalu logika-logika aneh segera menyerangnya. Seza komen ini beneran? Tapi gua udah baper duluan anj:3 eh, tapi, bisa aja di bajak si Randy goblok kayak waktu itu. Ah, masa Randy ngebajak hape Seza malem malem gitu? Eh tapi kan mereka emang sering nginep, bobo bareng:'3 waaaaa Mamaaaaa!! Q dilanda kebimbangannnnnn!! Baper, jangan? Baper, jangan?

Ah anjing ribet. Bodo amat lah.

Dan, berakhir dengan seorang Alea yang mengacak-ngacak rambutnya kesal.

. . .

Sang Surya telah naik sepenuhnya. Memancarkan sinar sempurna untuk semesta. Hiruk pikuk manusia telah sibuk di luar sana, demi mencari sebuah asa. Tapi tidak dengan gadis yang kini hanya terbaring lemas di atas kasur empuknya, ditemani pancaran cahaya yang masuk diantara celah-celah jendela kamarnya, membawa sedikit kehangatan untuk ia yang sedang kesakitan. Keringat dingin telah bercucuran di pelipisnya, akibat menahan sakit yang membelit perutnya. Afra terus memegangi perut nya dengan mata yang masih memejam. Bibirnya bergetar menandakan ia memang tidak baik-baik saja. Lapar. Ia belum makan apapun sejak kemarin siang. Afra sudah terbiasa seperti ini. Tapi sakitnya masih saja terasa sama.

Krek, krek.

Suara kunci dibuka sukses membuat matanya terbuka lemas. Samar-samar Afra melihat ibunya masuk dengan sepiring nasi beserta lauk pauk ditangannya, lengkap dengan air minum di tangan satunya. Afra bernapas lega. Setidaknya ia tidak akan kelaparan selama beberapa jam lagi.

"Papa udah berangkat?" tanya Afra lemas.

Lisa mengangguk. Ia menarik langkahnya untuk semakin mendekati putrinya. Piring dan gelas ia letakkan di atas nakas, demi membantu anaknya yang terlihat kepayahan untuk bangun.

"Badan kamu panas, Fra," ucap Lisa nanar.

"Afra laper, Ma."

Setetes bening terjatuh tanpa izin dari pelupuk mata Lisa. Sakit sekali rasanya melihat putrinya kesakitan tapi ia tidak mampu berbuat apa-apa.

"Mama bawain makan, sayang, untung kunci kamar nya gak dibawa Ayah kamu," Lisa tersenyum manis pada Afra yang sudah bersandar di kepala ranjang.

Why Stay Away?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang